This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Mufiana, Mufiana (2018) Analisis fiqh siyasah terhadap kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai objek hak angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam putusan Mahkamah Konstitusi nomor 36/PUU-XV/2017. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
Mufiana_C85214064.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Skripsi ini yang berjudul “Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi Sebagai Objek Hak Angket Oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017” ini merupakan hasil penelitian pustaka yang bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang dituangkan dalam dua rumasan masalah tentang Bagaimana Kedudukan KPK Sebagai Objek Hak Angket Oleh DPR Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017 serta menjawab pertanyaan Bagaimana Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Kedudukan KPK Sebagai Objek Hak Angket Oleh DPR Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-XV/2017. Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan teknik studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif yang bertujuan untuk membuat deskripsi atau gambaran mengenai kedudukan dari obyek penelitian dan dihubungkan dengan putusan terkait.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan lembaga independen yang bukan merupakan bagian dari pelaksana pemerintahan dalam arti sempit (kekuasaan eksekutif). Berdasarkan penjelasan Pasal 3 Nomor 30 tahun 2002 sudah jelas Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan Lembaga Independen. Disamping itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didalam Islam tidak ditemukan refrensi yang mengenai lembaga independen, tetapi secara esensi tugas dan kewenangannya yang dimiliki oleh Wilayah al-Mazalim hampir sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sedangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan lembaga Negara yang dalam pelaksanaan tugas dan wewenang bersifat independen. Yang artinya bahwa tugas dan wewenang Wilayah al-Mazalim termasuk bersifat independen. Sejalan dengan kesimpulan diatas, sebaiknya penggunaan hak angket Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dihentikan, agar peristiwa ini tidak menjadi pintu masuk bagi kekuasaan politik untuk terus mencampuri kerja-kerja penegakan hukum di Indonesia, baik di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun diluar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Fikih > Fikih Siyasah Hukum > Hukum Tata Negara |
||||||
Keywords: | Fiqh siyasah; Komisi Pemberantasan Korupsi; Hak angket; Dewan Perwakilan Rakyat; Putusan Mahkamah Konstitusi | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam | ||||||
Depositing User: | Mufiana Mufiana | ||||||
Date Deposited: | 16 Aug 2018 01:16 | ||||||
Last Modified: | 16 Aug 2018 01:16 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/27626 |
Actions (login required)
View Item |