Kharisma Gus Dur dalam kepemimpinan formal dan informal

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Hudda, Safaat Ariful (2018) Kharisma Gus Dur dalam kepemimpinan formal dan informal. Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Safaat Ariful Hudda_F01214003.pdf

Download (1MB)

Abstract

Kharisma merupakan suatu kualitas kepribadian khusus terkait kepemimpinan. Sebagai kualitas kepemimpinan, kharisma bukanlah kualitas biasa. Kharisma merupakan kualitas kepemimpinan khusus bagi orang-orang yang dianggap melampaui batas kemanusian. Gus Dur merupakan seorang tokoh yang diakui banyak orang sebagai kharismatik. Namun belum ada penjelasan yang memuaskan tentang itu. Dalam penelitian ini, kharisma Gus Dur akan coba diidentifikasi sekaligus diteliti bagaimana itu tampil dalam kepemimpinan beliau, baik formal (Presiden RI) maupun informal (Ketua Umum PBNU). Hasil penelitian ini menemukan bahwa kharisma Gus Dur dipahami dengan berbagai penilaian, sesuai dengan banyaknya komunitas yang mengakui kharisma beliau. Namun kharisma Gus Dur yang pertama diakui berasal dari silsilahnya (kharisma warisan). Selanjutnya, ada dua cara untuk memahami kharisma Gus Dur, yaitu Gus Dur adalah pemimpin kharismatik dari banyak komunitas, atau Gus Dur adalah pemimpin kharismatik dari suatu komunitas yang plural. Hal ini lantaran masyarakat yang meng-kharismatik-kan Gus Dur adalah masyarakat Indonesia yang terdiri dari beraneka ragam suku, agama, atau golongan, yang masing-masing mempunyai tradisi dan kebudayaan berbeda. Dengan demikian, nilai kharismatik seorang pemimpin menjadi berbeda-beda. Pada awalnya kharisma Gus Dur dipahami dengan cara pertama. Masing-masing komunitas memiliki pemahaman sendiri-sendiri tentang kharisma Gus Dur. Ketika masih menggunakan cara pertama ini, suatu komunitas merasa sulit menerima sikap atau pernyataan Gus Dur yang terkesan kontroversial. Namun ketika suatu komunitas tersebut memahami dengan cara kedua, mereka lebih bisa menerima, dan justru memperkuat keyakinan mereka atas kharisma Gus Dur. Dalam kepemimpinan formal, yaitu sebagai Presiden, Gus Dur memperoleh banyak hambatan bahkan dengan kharisma yang melekat padanya. Salah satu sebab mengapa kharisma beliau tidak begitu berpengaruh, adalah karena dalam politik praktis, budaya politik masyarakat belum mengalami banyak perubahan. Beda halnya dengan kepemimpinan informal Gus Dur sebagai Ketua Umum PBNU. Dengan kembalinya NU pada khittah 1928, sehingga menarik diri dari politik praktis dan lebih fokus pada gerakan kultural, Gus Dur bisa memimpin dengan tanpa mengalami masalah berarti. Selain karena kharisma warisan Gus Dur kuat di NU, beliau juga mampu membuat perubahan-perubahan yang berarti, meskipun sempat juga mengalami krisis kepercayaan di tengah masa jabatannya.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Masters)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Hudda, Safaat Arifulsafaat.aat@gmail.comF01214003
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorChalik, Abd.UNSPECIFIEDUNSPECIFIED
Subjects: Filsafat > Filsafat Agama
Kepribadian
Kepemimpinan
Keywords: Kharisma; Gus Dur; Kepemimpinan.
Divisions: Program Magister > Filsafat Agama
Depositing User: Hudda Safaat Ariful
Date Deposited: 25 Jul 2019 07:37
Last Modified: 25 Jul 2019 07:37
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/32761

Actions (login required)

View Item View Item