Ratio Decidendi Hakim Mahkamah Konstitusi tentang Pemilu serentak di Indonesia

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Anita, Derta Nur (2021) Ratio Decidendi Hakim Mahkamah Konstitusi tentang Pemilu serentak di Indonesia. Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Derta Nur Anita_F02219017.pdf

Download (2MB)

Abstract

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perbandingan (comparative approach), dimana untuk mendapatkan titik relevansi ratio decidendi hakim Mahkamah Konstitusi tentang pemilu serentak di Indonesia. Adapun sumber bahan yang dipakai dalam penelitian ini antara lain: UUD NRI 1945, dokumen putusan MK, dan literatur yang berhubungan dengan penelitian. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa: Ratio Decidendi Hakim Mahkamah Konstitusi dalam putusan MK Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 yang diajukan oleh perorangan dan dari lembaga, MK mengadili menolak untuk dilakukan pemilu serentak di Indonesia. Putusan MK Nomor 14/PUU-XI/2013 yang diajukan oleh Effendi Gazali, MK mengadili mengabulkan untuk dilakukannya pemilu serentak di Indonesia dalam pemilu tahun 2019. Kedua putusan tersebut telah menghasilkan dua produk hukum yang berbeda dari isu dan peraturan yang sama. Dimana ratio decidendi Mahkamah Konstitusi dalam memutus penyelenggaraan pemilu serentak di Indonesia menitikberatkan pada tiga aspek, diantaranya: Presiden dalam sistem presidensil mempunyai posisi yang kuat yang diamantkan oleh UUD 1945. Mengembalikan original intent maksud pembuat UU. Dan melakukan pemilihan secara serentak akan lebih efisien dalam menggunakan haknya untuk memilih secara cerdas dan effisien. Konsep hukum Islam tentang metode ijtihad hakim dalam memutus perkara ratio decidendi hakim Mahkamah Konstitusi, yaitu dengan ijtihad tatbiqi (dengan mengambil pendapat Ulama Fiqh) yang dianggap relevan untuk menyelesaikan perkara yang tidak memiliki sumber sama sekali dalam aturan perundang-undangan. Jadi, dalam hukum Islam diperbolehkan seorang hakim memutus perkara dari dua produk hukum (dua putusan) yang berbeda dari isu dan peraturan yang sama. Karena pada prinsipnya, hakim adalah seseorang yang dianggap sangat tahu dan sangat mengerti tentang hukum dan juga memiliki wewenang yang sangat luas terhadap putusan yang diadilinya. Sesuai dengan kesimpulan yang ada, maka saran penulis sampaikan: Pertama, kepada Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi supaya konsisten dalam memutuskan sebuah perkara yang akhirnya menjadi produk hukum yang akan dipilih dan dimuat dalam sebuah putusan. Kedua, kepada Para Hakim Anggota Mahkamah Konstitusi supaya memperkuat putusan Hakim Ketua MK agar konsisten dalam memutus sebuah perkara dalam melindungi hak politik terkait Penyelenggaraan Pemilu. Ketiga, kepada masyarakat supaya ikut serta menyuarakan untuk mendorong sosialisasi terselenggaranya Pemilu yang bebas dari praktik-praktik yang tidak diinginkan.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Masters)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Anita, Derta Nurdertaanita@gmail.comF02219017
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorWarijati, Sriyanto_dewa@yahoo.com2026086802
Thesis advisorNafi, Mubaroknafi.mubarok@gmail.com2014047401
Subjects: Pemilihan Umum
Keywords: Ratio Decidendi; HakimMahkamah Konstitusi; Pemilu.
Divisions: Program Magister > Hukum Tata Negara Islam
Depositing User: Derta Nur Anita
Date Deposited: 24 Aug 2021 22:36
Last Modified: 24 Aug 2021 22:36
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/49758

Actions (login required)

View Item View Item