Hukum memakan cairan hitam cumi-cumi: study komparatif pendapat Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan Syech Toifur Ali Wafa

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Zain, Abdur Rosyid (2022) Hukum memakan cairan hitam cumi-cumi: study komparatif pendapat Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan Syech Toifur Ali Wafa. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Abdur Rosyid Zain_C06216001 ok.pdf

Download (1MB)

Abstract

Skripsi yang berjudul “Hukum Memakan Cairan Hitam Cumi-Cumi (Study Komparatif Sayyid Abdurrahman bin Muhammad Dan Syech Toifur Ali Wafa)” adalah penelitian yang berusaha menjawab dua rumusan masalah yaitu: 1. Bagaimana hukum memakan cairan hitam cumi-cumi dalam kitab Bughyah al-Mustarshidin karya Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan kitab Bulghah at}-Tullab karya Syech Toifur Ali Wafa? 2. Bagaimana analisis komparatif hukum memakan cairan hitam cumi-cumi dalam kitab Bughyah al-Mustarshidin karya Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan kitab Bulghah at}-Tullab karya Syech Toifur Ali Wafa? Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan pendekatan komparatif, yaitu penelitian dengan menggambarkan data apa adanya yaitu pendapat Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan Syech Toifur Ali Wafa tentang hukum memakan cairan hitam cumi-cumi, kemudian dilakukan analisis komparatif. Temuan dari penelitian ini adalah bahwa Sayyid Abdurrahman bin Muhammad berpendapat bahwa cairan hitam pada cumi-cumi dihukumi najis. Syech Toifur Ali Wafa berpendapat bahwa cairan hitam cumi-cumi itu suci dikarenakan menjadi tameng sehingga tidak dihukumi najis. Kitab Bughyah al-Mustarshidin karya Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan kitab Bulghah at}-Tullab karya Syech Toifur Ali Wafa memiliki kesamaan yakni menganut mazhab Shafi’i. Serta memiliki kesamaan dalam mengambil dasar hukum Kias. Sayyid Abdurrahman bin Muhammad dan Syech Toifur Ali Wafa juga menganggap sama bahwa segala cairan hitam yang berasal dari dalam tubuh itu najis. Mereka memiliki perbedaan dalam berpendapat untuk menentukan hukum memakan cairan hitam cumi-cumi. Berdasarkan anatomi tubuh cumi-cumi, letak dari kantong tinta ini memiliki tempat tersendiri yang berbeda dengan tempat keluarnya kotoran. Sehingga pendapat yang dapat diterapkan pada masa sekarang adalah pendapat dari Kiai Thoifur Ali Wafa dalam kitab Bulghah at}-Tullab. Dikarenakan ‘illat yang paling pas adalah “bukan bagian dalam tubuh”. Saran untuk masyarakat agar tidak gelisah tentang perbedaan pendapat, karena perbedaan yang ada menjadi rahmat kepada seluruh umat, dan untuk kepentingan ekosistem yang sejahtera, diharap semua pihak dapat memelihara dan menjaga kekayaan dan keanekaragaman hewan laut. Jangan sampai apa yang telah kita lakukan tidak sesuai dengan kaidah syariat Islam.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Zain, Abdur Rosyidrosyidzain92@gmail.comC06216001
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorKhoiroh, Muflikhatulmuflikhatul@uinsby.ac.id2016047002
Subjects: Fikih > Fikih Perbandingan
Keywords: Memakan cairan hitam; cairan hitam cumi-cumi
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzhab
Depositing User: Abdur Rosyid Zain
Date Deposited: 14 Sep 2022 03:37
Last Modified: 14 Sep 2022 03:37
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/55171

Actions (login required)

View Item View Item