Islam dan tradisi siraman Gong Kyai Pradah Lodaya Blitar

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Putri, Kharisma Amada (2023) Islam dan tradisi siraman Gong Kyai Pradah Lodaya Blitar. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Kharisma Amada Putri_A92219092.pdf

Download (1MB)

Abstract

Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan: (1) Bagaimana sejarah tradisi Siraman Gong Kyai Pradah Lodaya Blitar? (2) Bagaimana pelaksanaan tradisi siraman Gong Kyai Pradah Lodaya Blitar? (3) Bagaimana relevansi Islam terhadap tradisi siraman Gong Kyai Pradah Lodaya Blitar? Dalam menjawab permasalahan tersebut, pendekatan yang digunakan penulis ialah pendekatan antropologi budaya. Adapun tahapan metode penelitian yaitu, heuristic, verifikasi, interpretasi, dan heuristic. Teori yang digunakan dalam penelitian ini islah teori agama dan kebudayaan oleh Clifford Geertz. Data yang telah didapat kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif naratif. Kesimpulan yang didapat dari skripsi ini ialah pertama, Gong Kyai merupakan pusaka berbentuk gong (bendhe kecil) yang dimiliki oleh Kerajaan Kartasura yang sebelumnya telah berpindah-pindah tangan. Gong Kyai Pradah tiba di Lodoyo diperkirakan tahun 1705-1708 dibawa oleh Pangeran Prabu yang saat itu menjalani hukuman setelah melakukan kudeta. Saat tiba di Lodoyo Pangeran Prabu terus berpindah-pindah tempat, maka dari itu Pangeran Prabu menitipakan pusaka Gong ke Nyi Partasuta dengan pesan harus dijamasi setiap 1 Syawal dan 12 Rabiulawal dan air hasil jamasan tersebut dapat membawa berkah bagi siapapun yang membawa atau meminum. Tradisi siraman Gong Kyai Pradah ini terus dilaksanakan karena masyarakat percaya jika tidak dimandikan maka gong akan berubah menjadi macan, hal ini dikarenakan saat Ki Amat Tariman membunyikan gong untuk mencari Pangeran Prabu saat perjalanan ke Lodoyo yang datang saat itu ialah macan yang sangat banyak dengan berbagai jenis. Kedua, pelaksanaan tradisi siraman Gong Kyai Pradah ini dibagi menjadi 3 tahapan, sesi pra-acara terdiri dari persiapan, malam tirakatan, dan menanam sesaji kepala kambing, sesi inti yaitu memandikan gong dan dipukul sebanyak 7 kali oleh orang yang bertugas memandikan, sesi penutup yaitu hiburan wayang kulit, selametan sepasaran,dan selametan selapanan. Ketiga, nilai-nilai yang tekandung dalam siraman Gong Kyai Pradah ialah nilai intelektual, nilai ketuhanan, nilai sosial, nilai kemanusiaan, nilai moral, nilai kehidupan, nilai ritual, dan nilai spiritual. Praktik kebudayaan dan agama masyarakat Kalipang bersifat dialogis. Orientasi tradisi siraman Gong Kyai Pradah telah berubah yang dahulu murni ritual sekarang menjadi event kebudayaan berbasis pariwisata.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Putri, Kharisma Amadakharismaamada192@gmail.comA92219092
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorNuriyadin, Nuriyadinnuriyadin@hotmail.com2020017503
Thesis advisorSantosa, Nyong Eka Teguh Imannyongeka@uinsby.ac.id2022127603
Subjects: Sejarah Peradaban Islam
Adat
Tradisi Islam
Keywords: Tradisi; masyarakat Islam; Gong Kyai Pradah
Divisions: Fakultas Adab dan Humaniora > Sejarah dan Peradaban Islam
Depositing User: Kharisma Amada Putri
Date Deposited: 10 May 2023 07:20
Last Modified: 10 May 2023 07:20
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/62059

Actions (login required)

View Item View Item