This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Nurraihan, Fadlinazar Ragil (2023) Tinjauan hukum pidana Islam terhadap tindak pidana perzinahan di Indonesia (Qanun Aceh), Malaysia dan Brunei Darussalam. Other thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Fadlinazar Ragil Nurraihan_C03219011.pdf Download (6MB) |
Abstract
Negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam ini memiliki persamaan dan perbedaan dalam penerapan prinsip syariat Islam. Salah satu aspek menarik untuk diperhatikan adalah pelaksanaan hukum Islam dalam konteks tindak pidana zina. Penelitian ini menjawab beberapa rumusan masalah yang meliputi bagaimana pengaturan hukum tindak pidana perzinahan di Indonesia (Qanun Aceh), Malaysia dan Brunei Darussalam? serta bagaimana tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap tindak pidana perzinahan di Indonesia (Qanun Aceh), Malaysia dan Brunei Darussalam? Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang merupakan pendekatan dalam penelitian hukum berdasarkan kajian kepustakaan. Pendekatan ini berfokus pada bahan hukum dan peraturan yang berlaku serta saling terkait. Penulis melakukan analisis dengan pendekatan kualitatif melalui perspektif yuridis normatif, dan data yang terkumpul dianalisis secara komprehensif menggunakan metode deskriptif, diikuti oleh analisis yuridis. Berdasarkan analisa dari penelitian ini, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: pertama, pada Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengatur bahwa pelaku zina dapat dikenai hukuman 'Uqubat ḥudūd cambuk 100 kali, Pada Enakmen Jenayah Syariah Selangor Nomor 9 Tahun 1995 mengatur sanksi tindak pidana perzinaan dalam seksyen 25 tentang persetubuhan luar nikah, yang bisa mengakibatkan denda hingga RM 5.000,00 (lima ribu ringgit) atau setara Rp. 17.500.000,00 (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah), penjara hingga tiga tahun, atau cambukan tidak lebih dari enam kali, atau kombinasi dari hukuman-hukuman tersebut, sedangkan Kanun Jenayah Syariah Brunei Darussalam Pelaku zina yang berstatus muḥṣan dapat dihukum dengan rajam di depan umat Muslim sedangkan pelaku zina yang berstatus ghairu muḥṣan dapat dihukum dengan cambuk seratus kali di depan umat Muslim dan dipenjara selama satu tahun. Kedua, ketiga perundang-undangan tersebut memiliki kesamaan dalam menentukan unsur suatu tindak pidana zina, yaitu adanya persyaratan tidak adanya ikatan perkawinan yang sah sebagai salah satu unsur yang penting dalam menentukan perbuatan zina. Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka penulis menyarankan: Pertama, kepada Pemerintah Aceh, Malaysia dan Brunei Darussalam agar tetap mempertahankan komitmennya untuk melaksanakan syariat Islam dalam menajalankan aturan hukum terhadap tindak pidana perzinahan secara kaffah di wilayah mereka masing-masing. Kedua, kepada masyarakat Aceh, Malaysia dan Brunei Darussalam dihimbau agar menjaga jarak dari perilaku yang dapat mengarah kepada perbuatan zina. Hal ini karena perbuatan zina berpotensi menimbulkan konsekuensi serius, seperti penyebaran penyakit menular, kerusakan dalam struktur keluarga, peningkatan kejahatan, serta dampak negatif terhadap pertumbuhan populasi manusia.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Other) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Hukum > Hukum Pidana Islam Hukum > Hukum - Perzinaan |
||||||||
Keywords: | Hukum pidana Islam; perzinahan di Indonesia; perzinahan di Malaysia; perzinahan di Brunei Darussalam | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Pidana Islam | ||||||||
Depositing User: | Fadlinazar Ragil Nurraihan | ||||||||
Date Deposited: | 17 Nov 2023 01:26 | ||||||||
Last Modified: | 17 Nov 2023 01:26 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/66466 |
Actions (login required)
View Item |