Tinjauan fiqh siyasah terhadap batasan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang sebagai negatif legislator: studi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 112/PUU-XX/2022

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Mahardika, Dyah Ayu (2023) Tinjauan fiqh siyasah terhadap batasan kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian undang-undang sebagai negatif legislator: studi putusan Mahkamah Konstitusi nomor 112/PUU-XX/2022. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Dyah Ayu Mahardika_05010420005 ok.pdf

Download (5MB)
[img] Text
Dyah Ayu Mahardika_05010420005 full.pdf
Restricted to Repository staff only until 6 February 2027.

Download (4MB)

Abstract

Skripsi ini membahas tentang Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX.2022 yang menuai banyak kontroversi. Hakim MK tetap mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Wakil Pimpinan KPK ini meskipun dalam persidangannya terdapat pendapat berbeda yang menyatakan bahwa materi yang diajukan merupakan kewenangan dari pembuat undang-undang. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah berkaitan dengan batasan kewenangan mahkamah konstitusi dalam pengujian undang-undang sebagai negatif legislator sebagaimana adanya Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang ditinjau dari hukum positif dan fiqh siyāsah. Skripsi ini menggunakan jenis penelitian normatif yang ditunjang dengan menggunakan teknik library research. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Selanjutnya, penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang berupa deskriptif deduktif yang kemudian disusun secara sistematis sehingga dapat menjadi bahan data yang konkrit terkait batasan kewenangan MK. Kemudian data tersebut akan dikaji dan di analisis menurut fiqh siyāsah. Dari penelitian ini, dapat disimpulkan hasil sebagaimana berikut: Pertama, Batasan Kewenangan MK terbagi menjadi 2 pendapat yakni Mahfud MD yang menyatakan MK hanya sebagai negatif legislator dan Jimly Asshiddiqie yang menyatakan MK boleh menjadi positif legislator. Jika ditinjau dari pendapat Mahfud dan Jimly putusan MK 112/PUU-XX/2022 ini melebihi batasan kewenangan MK, namun Jimly memperbolehkan putusan ini karena mengandung pertimbangan untuk kemaslahatan. Kedua, dalam perspektif fiqh siyāsah putusan ini tidak melebihi batasan kewenangan MK karena terdapat kaidah fiqh yang memperbolehkan hal ini. Berkaitan dengan hasil penelitian diatas, maka peneliti menyarankan sebagai berikut: Pertama, Sebagai negatif legislator, MK seharusnya memberikan batasan yang jelas terkait dengan kewenangannya dalam melakukan pengujian undang-undang. Kedua, Sebagi lembaga yang dicampuri kewenangannya oleh MK, seharusnya DPR memberikan ketegasan kepada MK agar tidak terjadi tumpang tindih antara kekuasaan legislatif dan yudikatif. Ketiga, Sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final serta mengikat, maka akibat hukum yang harus dilaksanakan ialah Presiden diharuskan untuk mengeluarkan Keppres untuk memperpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan mencabut Keppres Nomor 112/p Tahun 2019 dan 129/p Tahun 2019-2023.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Mahardika, Dyah Ayudyahayumahardika2416@gmail.com05010420005
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorTutik, Titik Triwulantt_titik@yahoo.com2029036801
Subjects: Hukum Islam
Hukum > Hukum Tata Negara
Keputusan Hakim
Peradilan Islam
Keywords: Mahkamah Konstitusi; negatif legislator; fiqh siyasah
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam
Depositing User: Dyah Ayu Mahardika
Date Deposited: 06 Feb 2024 04:13
Last Modified: 06 Feb 2024 04:13
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/68334

Actions (login required)

View Item View Item