Tafsir Imam Al Ghazali: studi bidang Akidah, Fiqih dan Tashawwuf dalam kitab Tafsir Al Imam Al Ghazali

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Mubarok, Abdullah (2014) Tafsir Imam Al Ghazali: studi bidang Akidah, Fiqih dan Tashawwuf dalam kitab Tafsir Al Imam Al Ghazali. Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Text
Abdullah Mubarok_F05411186 ok.pdf
Download (2MB)

Abstract

Imaam Abu Hamid al-Ghazali adalah salah seorang ulama yang dimiliki oleh Islam dengan prestasi keilmiahan dan sumbangan karya-karya yang banyak. Informasi bahwa Imam al-Ghazali mempunyai kitab tafsir bisa dipertanggungjawabkan. Murtada al-Zabidi menginformasikan bahwa kitab itu berjudul Tafsir Al-Qur’an al-‘Adhim sebanyak empat puluh jilid. Abdurrahman Badawi juga mengamini pernyataan Murtadha Zabidi tersebut dengan menjelaskan sedikit lebih terperinci tentang masa penulisan kitab tafsir itu. Tetapi, menurut Badawi, kitab tafsir al-Ghazali berjudul Tafsir Yaqut al-Ta’wil. Tafsir Imam al-Ghazali adalah kajian yang difungsikan untuk mensistemasikan metode-metode yang dipergunakan oleh ima>m al-Ghazali dalam menafsiri Al-Qur’an. Meneliti tentang metode-metode tafsir al-Ghazali menjadi sulit, sebab bukti fisik kitab tafsirnya telah hilang. Pengumpulan teks-teks tafsir itu tercatat ada 1303 redaksi tafsir yang tersebar di dalam 41 kitab karya al-Ghazali. Kitab itu adalah karya Muhammad al-Raih}ani dengan judul Tafsir al-Imam al-Ghazali. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Apa metode penafsiran Imam al-Ghazali dalam kitab Tafsir al-Imam al-Ghazali. 2. Bagaimanakah penafsiran al-Ghazali tentang akidah, fiqih dan Tashawwuf?. Tiga disiplin ilmu tersebut adalah sebuah ajaran pokok di dalam agama Islam yang tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Mengkaji permasalahan ini adalah hal yang harus dan perlu dilakukan agar khazanah keilmuan Islam, khususnya disiplin Ilmu Tafsir, mendapat pandangan yang berbeda dari tokoh sekaliber Imam al-Ghazali. Dalam pemikiran akidah, al-Ghazali adalah seorang yang dikenal sebagai figur penting dalam penyebaran dan perkembangan madhhab Imam ‘Ash’ari, dengan bukti ketika al-Ghazali menafsiri ayat: لا تدركه الابصار وهو يدرك الابصار وهو اللطيف الخبير. Menurut al-Ghazali, sesuai dengan ayat tersebut, mata manusia tidak bisa melihat Allah hanya ketika di dunia. Dalam fiqih al-Ghazali menganut madhhabnya Imam Shafi’i. Al-Ghazali terbukti mengamini pendapat Shafi’i tentang naskh, walaupun ada perbedaan tentang bagian-bagian naskh. Pendapat al-Ghazali terlihat ketika al-Ghazali menafsiri ayat yang menjelaskan tentang naskh, surat al-Baqarah: 10. Dan dalam tashawwuf, Metode tashawwuf sunni menurut al-Ghazali didasari dari dua dasar. al-Takhaliyah dan al-Tahaliyah. Metode al-Takhaliyah dan al-Tahaliyah yang dibangun oleh al-Ghazali terlihat ketika menafsiri ayat: اياك نعبد واياك نستعين. Maksud dari dasar pertama adalah membersihkan jiwa dengan bermujahadah dari sifat-sifat tercela. Setelah bersih, jiwa akan mempunyai potensi besar untuk melakukan sifat-sifat yang luhur. Hal ini arti dari dasar yang kedua. Dari dua dasar tersebut, kemudian bisa diketahui bahwa tashawwuf, menurut al-Ghazali, adalah kolaborasi yang seimbang di antara ilmu jiwa dan akhlaq mulia. Dua terma tersebut, tentu sesuai dengan ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan hadis nabi. al-Ghazali berhasil mengembalikan tashawwuf sesuai ajaran Islam yang murni. Dalam pemahaman golongan ahlussunnah wal jama’ah, tashawwuf yang harus dianut selain Imam al-Junaid adalah tashawwuf sunninya al-Ghazali.