This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Wulandari, Fatimah (2017) Studi komparasi Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang dasar hukum menikah tanpa wali. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Fatimah Wulandari_C01213033.pdf Download (6MB) |
Abstract
Skripsi yang berjudul Studi Komparasi Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang Dasar Hukum Menikah tanpa Wali, merupakan hasil penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk menjawab beberapa pertanyaan berikut: pertama, Bagaimana Dasar Hukum yang digunakan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang Menikah tanpa Wali? kedua, Bagaimana Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang Menikah tanpa Wali? ketiga, Apa Persamaan dan Perbedaan Pandangan Imam Hanafi dan Imam Syafi’i tentang Menikah tanpa Wali?Data penelitian dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (text reading) dan selanjutnya dianalisis dengan deskriptif-analitis, yaitu memaparkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh dengan pola pikir deduktif, yaitu dimulai dari masalah yang berkaitan dengan wali secara umum kemudian ditarik pada perbedaan pendapat antara Imam Hanafi dan Imam Syafi’i dengan penekanan metode pengambilan dasar hukum kedua madzhab tersebut, kemudian dianalisis dengan metode komparatif, yaitu dengan membandingkan dua data yang berbeda atau sama antara pendapat Imam Hanafi dan Imam Syafi’i terhadap sumber-sumber data yang diperoleh tentang wali. kemudian diambil kesimpulan dari dua pendapat tersebut.Hasil Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam pernikahan, konsep perwalian merupakan bagian yang tak terpisahkan sebab hal ini merupakan salah satu syarat legal pernikahan islam yang harus dipenuhi. Dalam pandangan Imam syafi’i bahwa sebuah perkawinan dipandang sah menurut agama apabila disertai wali. akan tetapi Menurut Imam Hanafi status akad nikah dalam suatu akad nikah adalah sunnah, bukan fardhu yang bisa membatalkan perkawinan, hanya saja wali memiliki hak untuk menyetujui pernikahan atau tidak. Apabila wanita telah baligh dan berakal sehat dia boleh menikahkan dirinya tanpa wali, baik dia janda maupun perawan. Dasar Hukum yang digunakan Imam Hanafi dalam berhujjah tentang wali dengan Nash al-Qur’an, As-Sunnah dan Qiyas, dalil al-Qur’an yang digunakan adalah surah al-Baqarah ayat 230, 232 dan 234, ayat tersebut jelas menyatakan bahwa pernikahan seorang perempuan itu dilakukan oleh dirinya sendiri, sedangkan dasar hukum yang digunakan Imam Syafi’i tentang wali adalah dalil al-Quran yang mengharuskan adanya wali adalah surah An-Nur 32 dan al-Baqarah 221, dimana kedua ayat tersebut ditujukan kepada wali untuk menikahkan orang-orang yang tidak bersuami dan tidak beristri, dan melarang wali untuk menikahkan laki-laki muslim dengan wanita muslim. Berdasarkan hasil dari penelitian ini penulis memberikan saran, masalah wali merupakan suatu faktor sebab akibatnya eratnya hubungan dengan keabsahan suatu perkawinan, oleh sebab itu hendaklah kita berhati-hati dalam permasalahan wali.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Hukum > Hukum Pidana Islam Nikah > Wali Nikah |
||||||
Keywords: | Imam Hanafi; Imam Syafi’i; Menikah tanpa wali | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga Islam | ||||||
Depositing User: | Wulandari Fatimah | ||||||
Date Deposited: | 28 Feb 2019 07:41 | ||||||
Last Modified: | 28 Feb 2019 07:41 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/18758 |
Actions (login required)
View Item |