This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Imron, Imron (2017) Konsep mahar berupa jasa menurut Imam Syafi’i dan Abu Hanifah serta relevansinya dalam hukum perkawinan Islam di Indonesia. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Imron_C01210074.pdf Download (2MB) |
Abstract
Skripsi ini adalah hasil penelitian kepustaan. Adapun masalah yang akan diteliti ialah: Bagaimana konsep mahar berupa jasa menurut Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah?, Apa persamaan dan perbedaan konsep mahar berupa jasa menurut Imam Syafi’I dan Abu Hanifah?, Dan Bagaimana relevansinya pemberian mahar berupa jasa dalam hokum perkawinan islam di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif komparatif. Data penelitiannya bersifat kualitatif, diperoleh melalui teks (text reading) dan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif dan komparatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsep mahar berupa jasa, menurut Imam Syafi’i, membolehkan mahar yang berupa jasa atau manfaat yang dapat diupahkan sah dijadikan mahar sedangkan menurut Imam Abu Hanifah tidak membolehkan, karena mahar harus bersifat materi yang secara nyata diberikan pada istri. Mengenai mahar yang berupa membacakan atau mengajarkan ayat-ayat al-Qur’an Imam Abu Hanifah menghukuminya fasad terhadap maharnya, sehingga tidak boleh dijadikan mahar, namun darinya wajib dibayar mahar mistil. Sedangkan persamaan dari kedua Imam madzab ini adalah sama-sama menghukumi sah dalam pernikahannya. Keterkaitan pemberian mahar berupa jasa dalam akad perkawinan islam di Indonesia dengan konteks sekarang ini sesuai dengan KHI, bahwa mahar boleh berupa barang, uang atau jasa yang tidak bertentangan dengan hukum Islam (KHI Pasal 1 sub d). Mahar itu bisa berdasarkan asas kesederhanaan dan kemudahan serta berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak baik bentuk dan jenisnya (KHI Pasal 30 dan 31). Hal ini sejalan dengan pandangan Imam Syafi’i dimana mayoritas umat muslim di Indonesia kebanyakan adalah menganut paham mazdab Imam Syafi’i.Sejalan dengan kesimpulan tersebut, penulis memberikan saran 1. Seiring perubahan zaman, maka problem umat semakin kompleks, maka penyelesaian yang arif dan bijaksana, yang diambil dari dasar utama hukum Islam, yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah, dan hukum-hukum yang lahir dari keduanya. Bagaimana pun juga dasar hukum Islam yang telah diyakini itu sebagai petunjuk dan mampu memberikan jalan keluar dari problem tersebut dan perlu ditafsirkan kembali sesuai dengan kebutuhan umat saat ini. 2. Islam menyenangi kemudahan, maka mudahkanlah urusan pernikahan kalian semua, salah satu diantaranya adalah dengan mempermudah dalam urusan mahar, sesuai dengan anjuran hadist nabi dan kisah-kisah terdahulu. Hal ini Islam juga memiliki aturan tersendiri dan tidak ada ketentuan yang pasti tentang kadar mahar, akan tetapi dianjurkan agar segala sesuatu yang kita jadikan mahar tersebut tidak berlebihan serta mempunyai asas manfaat.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Hukum Islam Nikah |
||||||
Keywords: | Konsep mahar jasa; Imam Syafi’i; Abu Hanifah; hukum perkawinan Islam | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga Islam | ||||||
Depositing User: | IMRON IMRON IMRON | ||||||
Date Deposited: | 24 Aug 2017 07:04 | ||||||
Last Modified: | 11 Mar 2019 07:11 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/19712 |
Actions (login required)
View Item |