This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Firmansyah, Mohammad Dyan (2015) STUDI KOMPARASI IMAM ABU HANIFAH DAN IMAM SHAFI’I TENTANG UPAH BADAL HAJI. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
Cover.pdf Download (329kB) | Preview |
|
|
Text
Abstrak.pdf Download (135kB) | Preview |
|
|
Text
Daftar Isi.pdf Download (278kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 1.pdf Download (387kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 2.pdf Download (369kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 3.pdf Download (422kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 4.pdf Download (383kB) | Preview |
|
|
Text
Bab 5.pdf Download (249kB) | Preview |
|
|
Text
Daftar Pustaka.pdf Download (141kB) | Preview |
Abstract
Skripsi ini bertujuan untuk menjawab legalitas hukum mengambil upah badal haji yang dipraktikkan kebanyakan masyarakat kita, dimana perbandingan pendapat ada beberapa perbedaan antara Imam Abu Hanifah dan Imam Shafi’i tentang mengambil upah dari badal haji.
Data dalam penelitian ini dihimpun dengan cara melakukan telaah dan kajian teks (teks reading), yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan deskriptif komparatif yaitu membandingkan pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Shafi’i tentang hukum mengambil upah badal haji, dan menganalisisnya dengan menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan cara menggunakan pendapat kedua Imam tersebut serta argumentasinya untuk mendapatkan jawaban yang bersifat khusus. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa upah badal haji sama halnya dengan upah perbuatan taat, dan beliau mengharamkan untuk mengambil upah tersebut. Adalah Imam Shafi'i berpendapat bahwa mengambil upah badal haji itu di perbolehkan karena harta itu digunakan dengan tujuan yang baik. Yang dapat disimpulkan dari pendapat tersebut bahwa, perbedaan itu banyak dipengaruhi oleh istinbat hukum, pola pikir dan kondisi sosial dimana kedua Imam tersebut hidup. Dengan adanya pebedaan tersebut, semakin memudahkan untuk memilih di antara dua pendapat tersebut mana yang sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat kita. Dengan mempertimbangkan keadaan masyarakat dan letak geografis, maka pendapat Imam Abu Hanifah lebih layak untuk dipakai dalam konteks keindonesiaan. Hal ini dikarenakan letak geografis yang sangat jauh dan bertujuan untuk meringgankan bagi ahli waris, dengan syarat orang yang telah meninggal itu tidak berwasiat haji. Tetapi apabila dia dalam keadaan mampu menjalankan ibadah haji, dan belum menjalankanya, maka kewajiban itu tidaklah gugur karena dia mempunyai kemungkinan melaksanakannya sebelum dia meninggal dan sebelumnya telah memiliki tanggungan haji
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | Abu Dzarrin al-Hamidy | ||||||
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Hukum Islam Haji |
||||||
Keywords: | Badal Haji; Muamalah | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Ekonomi Syariah | ||||||
Depositing User: | Editor : Rini Wahyuningsih------ Information------library.uinsby.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 04 Sep 2015 06:54 | ||||||
Last Modified: | 28 Sep 2015 07:36 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/2240 |
Actions (login required)
View Item |