This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Iswardyanto, Tri (2010) Analisis Fiqh Siyasah terhadap pengadilan tindak pidana korupsi oleh hakim karier Pengadilan Negeri Surabaya menurut UU No. 49 tahun 2009 tentang peradilan umum. Undergraduate thesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
Tri Iswardyanto_C03206024.pdf Download (2MB) | Preview |
Abstract
Skripsi ini merupakan hasil penelitian lapangan yang berjudul Analisis Fiqh Siyasah Terhadap Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Oleh Hakim Karier Pengadilan Negeri Surabaya Menurut UU. No. 49 Tahun 2009 Tentang Peradilan Umum. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab 2 (dua) pertanyaan, yaitu: bagaimanakah pelaksanaan pengadilan tindak pidana korupsi oleh hakim karier Pengadilan Negeri Surabaya menurut UU. No. 49 Tahun 2009?, dan bagaimanakah pandangan fiqh siyasah terhadap pelaksanaan pengadilan tindak pidana korupsi oleh hakim karier Pengadilan Negeri Surabaya?. Metode yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dan dalam menganalisis data menggunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan menguraikan serta menjelaskan fakta secara sistematis sehingga mudah untuk dipahami. Sedangkan dalam menjelaskan menggunakan pola pikir deduktif-induktif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa hakim karier yang merupakan hakim tindak pidana korupsi dan hakim khusus yang termasuk dalam kewenangan pengadilan tindak pidana korupsi. Pengadilan tindak pidana korupsi dapat dibentuk di peradilan umum sebatas lbukota Kabupaten atau Kota Propinsi. Salah satunya Pengadilan Negeri Surabaya, pengadilan tindak pidana korupsi di Kota Surabaya masih bersifat pelaksanaan. Karena, Pengadilan Negeri Surabaia masih mempunyai 1 (satu) hakim karier. Hakim karier lebih disamakan dengan qadi di peradilan Islam al Qada bila dilihat dari fungsinya sebagai hakim. Hakim karier dan Qadi ada kesamaan dan perbedaan yakni kesamaannya, kedua hakim tersebut mempunyai kewenangan yang sama sebagai hakim tindak pidana korupsi. Perbedaannya, dilihat dari hukumnya hakim karier lebih memakai hukum yang sudah diatur dalam undang undang, sedangkan Qadi lebih menampakkan hukum agamanya. Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka minimnya jumlah hakim karier dalam memberantas tindak pidana korupsi di Jawa Timur khususnya Kota Surabaya disarankan: Pertama, penambahan jumlah hakim karier dan pengangkatan hakim adhoc sebagai hakim tindak pidana korupsi. Karena, perkara tindak pidana korupsi semestinya harus ada 5 (lima) hakim yang terdiri dari hakim karier dan hakim adhoc. Kedua, hakim karier maupun Qadi mempunyai peranan penting dalam memberikan ketegasan terhadap para koruptor bangsa ini dengan menjatuhkan hukuman atau sanksi yang setimpal dengan perbuatannya.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Hukum | ||||||
Keywords: | Fiqh Siyasah; Pengadilan tindak pidana korupsi; Hakim karier | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Siyasah Jinayah | ||||||
Depositing User: | Editor : Arifah Wikansari------ Information------library.uinsby.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 14 Mar 2018 03:49 | ||||||
Last Modified: | 28 Mar 2018 02:50 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/23831 |
Actions (login required)
View Item |