Analisis hokum acara terhadap kebolehan saksi keluarga sedarah alam putusan Nomor: 0284/Pdt.G/2010/PA.Sda. tentang harta bersama

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Faizah, Niswatul (2011) Analisis hokum acara terhadap kebolehan saksi keluarga sedarah alam putusan Nomor: 0284/Pdt.G/2010/PA.Sda. tentang harta bersama. Undergraduate thesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Text
Niswatul Faizah_C01207054.pdf
Download (2MB)

Official URL: http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/30723

Abstract

Penelitian ini mempakan penelitian documenter dengan judul • "Analisis Hukum Acara terhadap Kebolehan Saksi Keluarga Sedarah dalam Putusan No.0284/Pdt.G/2010/PA.Sda. tentang Harta Bersama". Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: bagaimana pertimbangan hakim membolehkan saksi keluarga sedarah dalam putusan No.0284/Pdt.G/2010/PA.Sda. tentang harta bersama dan bagaimana analisis hukum acara terhadap kebolehan saksi keluarga sedarah dalam putusan No.0284/Pdt.G/PA.Sda. tentang harta bersama. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah rnetode deskriptif analisis dengan pola pikir deduktif. Metode deskriptif analisis digunakan untuk menggambarkan atau mendesloipsikan secara jelas kasus tentang kebolehan saksi keluarga sedarah dalam perkara harta bersama No.0284/Pdt.G/2010/PA.Sda. Selanjutnya dianalisis dengan menggunakan pola pikir deduktif yaitu cliawali dengan mengemukakan teori umum tentang gugatan harta bersama dan alat bukti saksi keluarga sedarah, kemudian teori tersebut digunakan sebagai alat untuk menganalisis kasus kebolehan saksi keluarga sedarah dalam perkara harta bersama No.0284/Pdt.G/2010/PA.Sda, lalu ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pertama, Pertimbangan hukum majelis hakim Pengadilan Agama Sidoarjo yang digunakan untuk menyelesaikan perkara harta bersama dengan saksi keluarga sedarah adalah berdasarkan dengan Pasal 145 ayat (2) HIR yang menjelaskan bahwa kaum keluarga sedarah dan keluarga semenda tidak dapat ditolak dalam perkara perselisihan kedua belah pihak tentang keadaan menurut hukwn dan perjanjian pekerjaan dan Pasal 174 H1R tentang pengakuan yang diakui oleh penggugat maka harus dinyatakan terbukti menurut hukum. Kedua, ditinjau dari hukwn pembuktian yang tennasuk bagian dari hukum acara Peradilan Agama, saksi keluarga sedarah dari keturunan lurus tidak boleh didengar atau dianggap tidak cakap secara absolut scbagai saksi dalam scgala hal, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Begitu pula dalam perkara harta bcrsama saksi kcluarga scdarah tidak bisa dijadikan alat bukti yang sah karcna tidak memenuhi syarat fonnil sebagai saksi. Dari kesimpulan tersebut hendaknya hakim Pengadilan Agama Sidoarjo yang berwenang untuk mengadili proses pembuktian perkara, khususnya perkara harta bersama yang menghadirkan saksi, harus benar-benar cennat dan hati-hati dalam menilai setiap saksi yang dihadirkan dan menanyakan identitas para pihak apakah saksi tersebut dapat didengar sebagai saksi atau tidak dapat didengar, sehingga dapat memberikan putusan yang benar-benar adil clan tidak merugikan kedua belah pihak yang beperkara di pengadilan. Bagi pejabat yang berwenang membuat undang undang, sayogyanya ketentuan tentang alat bukti saksi perlu ditambahk.an lagi mengenai ketentuan-ketentuan khusus dan dirumuskan dalam pasal tersendiri yang mengatur pembuktian dengan saksi dalam perkara harta bersama yang memang pada tahap pembuktian banyak menghadirkan saksi keluarga sedarah.