This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Kusuma, Hafidani (2019) Jual beli emas secara tidak tunai menurut Taqiyuddin An Nabhani dan Fatwa DSN MUI No.77 Tahun 2010. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Hafidani Kusuma_C02212014.pdf Download (2MB) |
Abstract
Skripsi ini adalah hasil dari penelitian yang berjudul “Jual Beli Emas Secara Tidak Tunai” menurut Taqiyuddin An Nabhani dan fatwa DSN MUI no. 77 tahun 2010.” Tinjauan ini merupakan penelitian untuk menjawab pertanyaan, bagaimana pemikiran Taqiyuddin An Nabhani dan fatwa DSN MUI no. 77 tahun 2010 terhadap jual beli emas secara kredit, Bagaimana studi komparasi antara pemikiran Taqiyuddin dan Fatwa DSN MUI no 77 tahun 2010 terhadap jual beli emas secara tidak tunai. Metode penelitian yang digunakan adalah studi komparasi. Pembahasan yang dimulai dengan mengumpulkan data-data yang diperoleh dari dokumen atau arsip dari buku (pemikiran) Taqiyuddin An Nbahani dan dari Fatwa DSN MUI, kemudian dikomparasikan keduanya. Hasil penelitian penulis bahwa Taqiyuddin tidak membolehkan jual beli emas secara tidak tunai adalah bahwasanya emas adalah barang ribawi yang haram untuk dijual belikan secara tidak tunai, karena emas adalah sebagai alat tukar barang. Sedangkan MUI melihat bahwa status emas pada zaman sekarang ini sudah tidak menjadi alat tukar hanya sebagai perhiasan semata, maka dari itu MUI membolehkan jual beli tersebut. Dari hasil komparasi data tersebut bahwa emas walaupun sudah tidak menjadi alat tukar, emas masih menjadi barang ribawi yang tidak boleh dikreditkan, jika hujjah atau alasan MUI membolehkan dikarenakan adat istiadat masyarakat yang banyak melakukan transaksi kredit dan emas sudah tidak menjadi alat tukar hanya menjadi pehiasan, tetapi mengapa pihak perbankan menjual produk emas layaknya alat tukar bukan sebuah perhiasan. Persamaan antara keduanya adalah sama-sama membolehkan jual beli emas demi kemaslahatan manusia dan juga sama-sama membolehkan jual beli secara tangguh atau tidak tunai, sedangkan perbedaanya adalah ditata cara atau ijab qobul jual beli emas tersebut. Taqiyuddin tidak membolehkan jual beli emas secara tidak tunai sedangkan MUI memperbolehkannya dengan alas an masing-masing. Saran dari penulis bahwa kita sebagai umat muslim di Indonesia harus mencermati alsan-alasan mengapa kedua belah pihak berbeda, dan kita berkewajiban untuk menjaga keutuhan bangsa dengan tidak mengharamkan sesuatu jika tidak mengetahui alasan dan penyebabnya demi keutuhan bangsa.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Ekonomi Islam Fatwa Hukum Ekonomi |
||||||||
Keywords: | Jual beli; emas; tidak tunai | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Ekonomi Syariah | ||||||||
Depositing User: | Kusuma Hafidani | ||||||||
Date Deposited: | 10 Sep 2019 03:32 | ||||||||
Last Modified: | 10 Sep 2019 03:32 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/35631 |
Actions (login required)
View Item |