This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Zahroh, Fatimatus (2019) Hukum perkawinan anak gadis tanpa izinnya menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi'i. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Fatimatus Zahroh_C06216007.pdf Download (1MB) |
Abstract
Skripsi ini berjudul “Hukum Perkawinan Anak Gadis Tanpa Izinnya Menurut Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i”. Guna menjawab pertanyaan: 1. Bagaimana pandangan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i tentang hukum perkawinan anak gadis tanpa izinnya?. 2. Bagaimana metode Istinbat Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i tentang hukum perkawinan anak gadis tanpa izinnya?. 3. Bagaimana analisis persamaan dan perbedaan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i tentang hukum perkawinan anak gadis tanpa izinnya? Penelitian ini merupakan jenis penelitian kepustakaan. Dimana data penelitian dihimpun melalui sumber-sumber tertulis. Pengumpulan data yang digunakan berupa literatur yang berkaitan dengan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode dalam bentuk catatan dan kutipan (studi pustaka), yaitu dengan cara mencari data dari beberapa buku. Sumber primer yang digunakan yaitu kitab yang berjudul Tabyin Al-Haqa’iq karangan Uthman Ibn Ali al-Zayla’i al-Hanafi dan Al-Umm karangan Asy-Syafi’i. Sedangkan sumber sekunder yaitu sumber pendukung dari buku atau literatur lain yang berhubungan dengan objek penelitian. Pengolahan data yang digunakan yaitu editing, organizing, dan analizing. Selanjutnya menganalisis dengan metode deskriptif analitis, yaitu memaparkan dan menjelaskan data-data yang diperoleh untuk mendapatkan sebuah kesimpulan. Kemudian dianalisis dengan teknik komparatif, yaitu dengan membandingkan dua data yang berbeda antara Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i. Hasil penelitian menyimpulkan, bahwa hukum perkawinan anak gadis tanpa izinnya menurut Mazhab Hanafi tidak boleh dilakukan karena wali tidak mempunyai hak untuk menikahkan putrinya yang sudah dewasa tanpa izinnya. Berdasarkan al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 240 dan hadits riwayat Ibn Abbas. Sedangkan Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa wali boleh menikahkan putrinya tanpa izin karena adanya hak ijbar oleh wali mujbir. Adanya wali merupakan syarat sahnya suatu perkawinan. Berdasarkan al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 25 dan Hadits riwayat Ibn Abbas, riwayat Aisyah dan riwayat Imam Ahmad. Persamaan Mazhab Hanafi dan Mazhab Syafi’i adalah sama-sama mengambil hadits yang diriwayatkan dari Ibn Abbas. Perbedaannya yaitu berbeda pendapat tentang penafsiran mengenai hadits riwayat Ibn Abbas, rukun perkawinan dan perwalian dalam perkawinan. Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang harus dicantumkan, yaitu: pertama, kepada seluruh masyarakat terutama orang tua atau wali dalam melakukan suatu perkawinan terhadap anak gadisnya harus meminta izin terlebih dahulu dan tidak boleh meremehkan pendapatnya. Kedua, kepada calon mempelai perempuan dalam perkawinan harus mengerti bahwa orang tua dalam menikahkan putrinya adalah bentuk kasih sayang dan kehati-hatian supaya tidak terjadi kesalahan dalam memilih pasangan.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Hukum Perbandingan Madzhab Perkawinan |
||||||||
Keywords: | Perkawinan; anak gadis; Mazhab Hanafi; Mazhab Syafi'i | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzhab | ||||||||
Depositing User: | Fatimatus Zahroh | ||||||||
Date Deposited: | 11 Mar 2020 07:10 | ||||||||
Last Modified: | 11 Mar 2020 07:10 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/39320 |
Actions (login required)
View Item |