This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Mahtum, Rizal Faiz (2021) Tinjauan fiqh siyaSah terhadap peran dewan perwakilan rakyat dalam pembuatan perjanjian internasional pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XVI/2018. Undergraduate thesis, UIN SUNAN AMPEL SURABAYA.
Text
Rizal Faiz Mahtum_C94217056.pdf Download (1MB) |
Abstract
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang mana objek kajianya meliputi norma dan kaidah dasar, peraturan perundang-undangan, perbandingan hukum, doktrin dan yurisprudensi. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi pustaka dengan pendekatan perundang-undangan yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif kemudian disusun secara sistematis sehingga menjadi bahan hukum yang konkret mengenai peran Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembuatan perjanjian internasional pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-XVI/2018. Selanjutnya bahan hukum tersebut diolah dan dianalisis menggunakan perspektif teori hukum Islam yaitu Fiqh Siyasah. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa yang memiliki kewenangan untuk membuat perjanjian internasional adalah Presiden namun DPR dalam hal ini juga mempunyai peran. Berdasarkan Putusan MK Nomor 13/PUU-XVI/2018 tersebut peran yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembuatan perjanjian internasional dalam hal ini ditegaskan menjadi 2 proses yakni dalam proses konsultasi sebagai perwujudan fungsi pengawasan dan proses pengesahan perjanjian internasional menjadi hukum nasional sebagai perwujudan dari fungsi legislasi yang dimiliki DPR. Jika ditinjau dari Fiqh Siya>sah pembuatan perjanjian internasional memang sepenuhnya wewenang kepala negara dalam pelaksanaanya akan tetapi peran Ah{lul H{alli Wal Aqdi juga ada yakni sebagai lembaga yang mengawasi Khalifah sekaligus lembaga yang menjadi tempat konsultasi dan pemberi saran/masukan Khalifah dalam membuat perjanjian internasional. Putusan MK Nomor 13/PUU-XVI/2018 berimplikasi pada peran yang dimiliki Dewan Perwakilan Rakyat dalam pembuatan perjanjian internasional berupa semakin luasnya kategori suatu perjanjian yang dapat disahkan menjadi undang-undang karena tidak terbatas pada 6 kategori jenis perjanjian yang diatur dalam pasal 10 UU PI. Sejalan dengan hal tersebut penulis menyarankan peran DPR lebih diperkuat dalam fungsi pengawasan saja layaknya praktik dalam Fiqh Siya>sah dengan menjadikan sifat rekomendasi dari DPR melalui proses konsultasi dengan Pemerintah ini dapat mengikat dan wajib dilaksanakan. Namun dalam hal pengesahan yang melibatkan DPR lebih baik ditiadakan sehingga pengesahan perjanjian internasional hanya berbentuk Peraturan Presiden.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Fikih > Fikih Siyasah | ||||||||
Keywords: | Putusan MK Nomor 13/PUU-XVI/2018; Peran DPR; Perjanjian Internasional. | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam | ||||||||
Depositing User: | Rizal Faiz Mahtum | ||||||||
Date Deposited: | 20 Feb 2021 10:53 | ||||||||
Last Modified: | 20 Feb 2021 10:53 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/46578 |
Actions (login required)
View Item |