This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fillah, Dhiyaul Ibad (2021) Tujuh Lembah Cinta Fariduddin Attar dalam Kitab Mantiq Al-Tayr: analisis Hermeneutika Hans-Georg Gadamer. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Dhiyaul Ibad Fillah_E01216009.pdf Download (1MB) |
Abstract
Fariduddin Atthar Neyshaburi mewarisi harta karun berupa pemikiran dan pengetahuan yang luas di bidang kebijaksanaan, filsafat, teologi, tafsir, kedokteran, farmakologi, astronomi, dan hadits. Hubungan antara Pencipta dan ciptaan adalah hal utama yang menjadi pokok bahasan dalam karya-karyanya. Dalam pandangannya, manusia sebagai makhluk terakhir yang diciptakan adalah kombinasi dari roh ilahi dan tubuh alam semesta. Pandangan filosofis Atthar adalah pandangan pemikiran sufistiknya tentang Tuhan, ciptaan, nafsu, cinta, kesempurnaan, hubungan manusia dan tuhan, roh dan tubuh terhadap Wahdat al Wujud. Dialog yang dilambangkan burung sebagai upaya mengungkap makna cinta yang merupakan rahasia terbesar dalam perjalanan hidup yang haqiqi. Attar membagi tujuh tahap untuk sampai pada cinta ilahi yang dia sebut tujuh lembah cinta atau oasis untuk sampai pada tingkat kesempurnaan tarekat sufi. Skripsi ini berjudul “Tujuh Lembah Cinta Fariduddin Attar: Sebuah Proses Perjalanan Spiritual Manusia Dalam Kitab Mantiq Al-Tayr (Analisis Hermeneutika Hans-Georg Gadamer)” memiliki dua permasalahan yang akan dibahas meliputi, (1) Bagaimana paham interpretasi yang disuguhkan Hans-George Gadamer? (2) Bagaimana aplikasi teori fungsi interpretasi Hans-George Gadamer terhadap relevansi dalam tujuh lembah cinta Fariduddin Attar atas perjalanan spiritual manusia dalam konteks kekinian?. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif analisis. Dalam pendekatanya menggunak Hermeneutika berfokus memahami sejarah teks dan mencari makna baru dari peleburan anatara teks asli dan penafsir. Dalam skripsi ini terdapat dua hasil kesimpulan, kesimpulan yang Pertama, pandangan Gadamer mengupas teks adalah pendekatan yang terus berusaha menemukan makna objektif. Penafsir tidak mungkin bisa memposisikan dirinya dalam posisi pengarang ataupun mengetahui makna aslinya persis, karena sebagaimanapun interpretasi selalu menggenggam makna subjektif. Secara prinsipil tidak ada perbedaan anatara hermeneutika dengan tafsir. Bukan hanya sekedar menyangkut persoalan metodologi interpretasi, melainkan interpretasi yang bersifat ontology, bahwa understanding merupakan the way of being dari manusia itu sendiri. Pandangan Gadamer sendiri tentang metodologi adalah suatu jalan yang bukan untuk mencapai suatu kebenaran. Kunci bagi pembahasan adalah partisipasi dan keterbukaan, bukan manipulasi dan pengendalian. Lebih lanjit menurut Gadamer hermeneutika berkaitan dengan pengalaman, bukan hanya pengetahuan; berkaitan dengan dialektika bukan metodologi. Kedua, Kaitan erat dalam konteks kekinian dalam kitab Konferensi Burung (Mantiq Al-Tayr) dalam konteks kekinian adalah menawarkan makna hidup dengan menanamkan standar moral pada manusia agar dapat hidup sederhana sesuai dengan kemampuannya (zuhud), menerima apa yang ada dengan senang hati (qon'ah), dan menghindari hal-hal yang dilarang dan meragukan (wara').
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Filsafat Tasawuf |
||||||||
Keywords: | Attar; Mantq Al-Tayr; Tujuh Lembah Cinta; Gadamer. | ||||||||
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Filsafat > Aqidah Filsafat Islam | ||||||||
Depositing User: | Dhiyaul Ibad Fillah | ||||||||
Date Deposited: | 18 Aug 2021 01:39 | ||||||||
Last Modified: | 18 Aug 2021 01:39 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/49540 |
Actions (login required)
View Item |