Pemanfaatan asap cair limbah kulit buah siwalan sebagai biopestisida

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Dewi, Septiyanna Rokhmawati (2022) Pemanfaatan asap cair limbah kulit buah siwalan sebagai biopestisida. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Text
Septiyanna Rokmawati Dewi_H95218066.pdf
Download (3MB)

Abstract

Pengunaan biopestisida sebagai alternatif pengendalian hama perusak lahan pertanian yang ramah lingkungan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan produksi pangan yang berkelanjutan. Asap cair yaitu cairan dispersi uap asap dalam air yang terbuat dari bahan alami yang mengandung selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang mampu menghasilkan senyawa racun untuk pengendalian hama. Salah satu bahan baku yang mengandung senyawa tersebut adalah kulit buah siwalan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memanfaatkan limbah kulit buah siwalan sebagai asap cair sebagai biopestisida pada ulat grayak. Penelitian ini mengunakan metode eksperimental, untuk mengidentifikasi pengaruh pemberian asap cair limbah kulit buah siwalan sebagai biopestisida dengan metode uji mortalitas ulat grayak. Hasil pirolisis asap cair berwarna coklat tua, jernih, memiliki bau seperti asap (sangit), dan memiliki tekstur encer yang selanjutnya dianalisis kandungan senyawanya mengunakan GCMS. Hasil penelitian didapatan 18 komponen senyawa penyusun asap cair limbah kulit buah siwalan, diantara senyawa yang berfungsi sebagai pestisida organik adalah fenol, furfuran, aseton, dan asam palimitat. Asap cair ini digunakan sebagai biopestisida pada ulat grayak variasi konsentrasi 5%, 7%, 9%, 11%, dan 13% dengan pengolahan data mortalitas mengunakan uji regresi probit yang diperoleh hasil rata-rata mortalitas ulat grayak dalam 2 kali pengulangan yaitu 5%, 10%, 15%, 20%, dan 35%. Semakin besar kosentrasi asap cair, niali mortalitas semakin meningkat. Nilai toksisitas LC50-24 jam asap cair sebesar 20%, kurang efektif untuk membunuh ulat grayak secara cepat, bahkan mortalitas pada konsentrasi maksimal hanya 35% atau belum mencapai kematian 50% dari hewan uji.