This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Hani, Ummu (2010) PENAFSIRAN KALIMAT WADHRIBŪHUNNA DALAM QS. AN-NISAA' [4]: 34 DAN IMPLEMENTASINYA : STUDI KOMPARATIF ANTARA PENAFSIRAN WAHBAH ZUHAILI DAN MUHAMMAD QURAISH SHIHAB. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
COVER.pdf Download (55kB) | Preview |
|
|
Text
ABSTRAK.pdf Download (107kB) | Preview |
|
|
Text
DAFTAR ISI.pdf Download (108kB) | Preview |
|
|
Text
BAB I.pdf Download (192kB) | Preview |
|
|
Text
BAB II.pdf Download (277kB) | Preview |
|
|
Text
BAB III.pdf Download (211kB) | Preview |
|
|
Text
BAB IV.pdf Download (257kB) | Preview |
|
|
Text
BAB V.pdf Download (83kB) | Preview |
|
|
Text
DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (76kB) | Preview |
Abstract
Bagi sebagian kalangan masyarakat, bisa jadi firman Allah SWT dalam Qs. An-Nisaa' [2]: 34 dijadikan legitimasi untuk membenarkan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), terutama kekerasan yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian yang komprehensif mengenai kalimat wadhribūhunna dalam Qs. An-Nisaa'[2]: 34, mengingat para ulama tafsir sendiri berbeda pendapat dalam menafsirkan kalimat wadhribūhunna tersebut.
Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kepustakaan (library research). Sedangkan, dalam menganalisa data digunakan metode deskriptif dan Muqaran (komparatif) untuk memahami data yang ada dan menghasilkan sebuah kesimpulan yang valid dan faktual.
Penelitian ini menghasilkan bahwa dalam menafsirkan Qs. An-Nisaa' [4]: 34, Wahbah Zuhaili dan M. Quraish Shihab menggunakan metode sebagaimana mayoritas mufasir, yaitu; pertama, menafsirkan Alquran dengan Alquran. Kedua, menafsirkan Alquran dengan hadis Nabi SAW. Ketiga, menafsirkan Alquran dengan qaul sahabat. Keempat, menafsirkan Alquran dengan qaul tabiin. Kelima, menafsirkan Alquran dengan pendekataan kebahasaan. Namun, M. Quraish Shihab memberikan porsi yang lebih besar pada aspek kebahasaan daripada Wahbah Zuhaili.
Wahbah Zuhaili dan M. Quraish Shihab sepakat bahwa kalimat wadhribūhunna tidak bisa dijadikan legitimasi bagi suami untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga, terutama terhadap istri.
Kapasitas Wahbah Zuhaili sebagai fukaha, menyebabkan penafsirannya mengenai implementasi kalimat wadhribūhunna tidak jauh berbeda dengan para mufasir pendahulunya, terutaman yang berhaluan fiqih. Wahbah Zuhaili berpendapat bahwa seorang suami boleh memukul istrinya asalkan tidak mencederainya. Sedangkan, M. Quraish Shihab secara implisit menyetujui penafsiran Thahir ibnu ‘Asyur, yang menyatakan bahwa seorang suami tidak boleh melakukan pemukulan terhadap istrinya yang nusyūz secara langsung, akan tetapi, teknis pemukulannya diserahkan kepada penguasa (institusi atau lembaga yang bersangkutan). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istrinya.
Perbedaan latar belakang pendidikan, kapasitas keilmuan, dan faham keagamaan, menyebabkan terjadinya perbdaan pendapat diantara M. Quraish Shihab dan Wahbah Zuhaili dalam menafsirkan kalimat wadhribūhunna dan implementasinya.
Kata kunci: wadhribūhunna, nusyūz.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Tafsir > Tafsir Al Qur'an | ||||||
Keywords: | Wadhribå«hunna; Nusyå«z. | ||||||
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Filsafat > Tafsir Hadis | ||||||
Depositing User: | Editor: Library Administrator----- Information-----http://library.uinsby.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 23 Sep 2010 | ||||||
Last Modified: | 12 Feb 2015 04:56 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/7044 |
Actions (login required)
View Item |