Pemaafan hakim dalam kitab undang-undang hukum pidana nasional dan hukum pidana Islam

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Harya, Panata Yudha (2025) Pemaafan hakim dalam kitab undang-undang hukum pidana nasional dan hukum pidana Islam. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Harya Panata Yudha_C93218084.pdf

Download (2MB)
[img] Text
Harya Panata Yudha_C93218084_Full.pdf
Restricted to Repository staff only until 14 July 2028.

Download (2MB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis konsep pemaafan hakim (Judicial Pardon) dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional serta perbandingannya dengan hukum pidana Islam. Pemaafan hakim yang tercantum dalam Pasal 54 (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional memberikan kewenangan lebih kepada hakim untuk memberikan pemaafan dalam proses pemidanaan, khususnya terhadap tindak pidana ringan, dengan mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemanusiaan. Namun, konsep ini berlaku untuk semua jenis tindak pidana, seperti tindak pidana yang terkait dengan ḥudūd dan qiṣāṣ-diyat, berlaku dalam jarimah ta'zir dan tidak untuk pelanggaran yang telah ditentukan secara tegas oleh Allah dalam Al-Qur'an. Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif dengan mengumpulkan data melalui bibliography research atau telaah kepustakaan. Sumber data yang digunakan ada dua, yakni sumber data primer meliputi: Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan sumber data sekunder meliputi: buku, artikel, dan karya tulis ilmiah yang terkait dengan pembahasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengaturan mengenai judicial pardon atau pemaafan hakim sebagaimana termuat dalam Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menimbulkan perdebatan konseptual dalam konteks sistem pemidanaan nasional. Dalam hukum Islam, pemaafan oleh hakim berlaku pada semua jenis tindak pidana (jarimah), Jarimah hudud tidak dapat dikenakan pemaafan oleh hakim karena jenis dan kadar hukumannya telah ditetapkan secara pasti (qath’i) dalam Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga tidak dapat dikurangi atau dihapuskan. Demikian pula dalam jarimah qishash-diyat, meskipun terdapat ruang pemaafan, namun hak untuk memaafkan sepenuhnya berada di tangan korban atau ahli warisnya, bukan pada hakim. Satu-satunya ruang yang secara prinsipil membolehkan pemaafan oleh hakim adalah pada jarimah ta’zir yaitu pelanggaran atau kejahatan yang tidak memiliki sanksi tetap dari nash dan penentuannya diserahkan kepada kewenangan penguasa atau hakim. Dalam perkara ta’zir, hakim diberi keleluasaan untuk menjatuhkan atau bahkan tidak l menjatuhkan sanksi, selama pertimbangannya didasarkan pada kemaslahatan umum, keadilan substantif, dan tidak menghilangkan hak korban. Hal ini didukung oleh nilai-nilai dalam Al-Qur’an, seperti pada Q.S. Al-Baqarah [2]: 178, Asy-Syura [42]: 40, dan Ali Imran [3]: 134, yang menekankan pentingnya pemaafan, pengendalian diri, dan pendekatan kemanusiaan.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Harya, Panata Yudhapanataharya@gmail.comC93218084
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorRiza, Multazam luthfyrizamultazam@uinsby.ac.id2109118601
Subjects: Hukum Islam
Hukum
Peradilan
Keywords: Pemaafan hakim; KUHP; hukum pidana Islam
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Pidana Islam
Depositing User: Harya Panata Yudha
Date Deposited: 14 Jul 2025 07:06
Last Modified: 14 Jul 2025 07:06
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/82091

Actions (login required)

View Item View Item