This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Ali, Syaiful (2010) RELASI AGAMA DAN NEGARA : STUDI KOMPARATIF PEMIKIRAN HASAN AL-BANNA DAN JAMAL AL-BANNA. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
bab1.pdf Download (96kB) | Preview |
|
|
Text
bab2.pdf Download (137kB) | Preview |
|
|
Text
bab3.pdf Download (270kB) | Preview |
|
|
Text
bab4.pdf Download (19kB) | Preview |
|
|
Text
bab5.pdf Download (15kB) | Preview |
|
|
Text
daf.pustaka.pdf Download (36kB) | Preview |
Abstract
Salah satu masalah besar dalam dunia politik Islam adalah, apakah mungkin memberlakukan syariat Islam tanpa negara Islam? Bukankah penerapan syariat Islam dengan sendirinya merupakan pembuka jalan menuju negara Islam? Persoalan ini telah menyulut pembahasan di kalangan pemikir politik Muslim sepanjang masa, meski di kalangan politikus Muslim modern hampir tidak dijumpai kesepakatan bulat tentang apa sesungguhnya yang terkandung dalam konsep negara Islam. Jawaban atas pertanyaan ini telah menimbulkan dua mainstream antara pendukung dan penolak terhadap konsep negara Islam. Sejarah politik Islam bergulat dalam tarik-menarik dua pemahaman ini.
Setidaknya, kelahiran pemikiran dua kakak-beradik Hasan al-Banna dan Jamal al-Banna ini dapat dikategorikan sebagai kontributor ide tentang relasi agama dan negara. Dalam pandangan keduanya, Hasan al-Banna menyatakan bahwa contoh negara yang paling ideal adalah bentuk negara Islam. Baginya, Islam adalah agama dan negara. Hal ini berbeda dengan sang adik, Jamal al-Banna yang menyatakan bahwa tidak ada satu pun contoh negara Islam yang ideal selain pada masa Madinah al-Munawwarah, yang berlangsung hanya dalam waktu 25 tahun. Sepuluh tahun pada masa kenabian, sementara lima belas tahun setelahnya adalah di bawah khalifah Abu Bakar dan Umar saja. Setelah itu, yang ada tidak lebih dari bentuk pemerintahan yang ekspansif dan rakus, sampai berakhirnya masa kekhalifahan Turki.
Perbandingan dua paradigma berpikir ini juga akan mengupas tentang relasi antara agama dan negara. Ada banyak isu yang terdapat dalam dunia Islam kontemporer seperti pluralisme dan sekularisme. Baik Hasan maupun Jamal sama-sama mempunyai pemikiran yang pluralis. Setidaknya ketika melihat benyaknya perbedaan pandangan sebagai bagian dari hikmah Allah SWT., di muka bumi ini. Sedangkan dalam pandangan tentang sekularisme, Hasan al-Banna menolak tegas pandangan ini, di samping karena ia pemikir yang anti Barat, ia merasa bahwa imprealisme Barat terhadap dunia Islam selama ini banyak menodai kebebasan itu sendiri. Hal ini berbeda dengan Jamal al-Banna yang berusaha meredefinisi paham sekularisme. Ia berargumentasi bahwa jika yang dikehendaki dari sekularisme adalah pemisahan antara otoritas negara dan agama, maka ia menyetujuinya, namun jika yang dikehendaki dari sekularisme adalah meniadakan konsep-konsep eskatologis (ukhrawi) dalam kehidupan manusia pada umumnya, ia justru menolak tegas anggapan ini.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Additional Information: | M. Djamaluddin | ||||||
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Filsafat | ||||||
Keywords: | Agama dan negara | ||||||
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Filsafat > Aqidah Filsafat Islam | ||||||
Depositing User: | Editor: Library Administrator----- Information-----http://library.uinsby.ac.id | ||||||
Date Deposited: | 12 Aug 2010 | ||||||
Last Modified: | 11 Feb 2015 07:40 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/8291 |
Actions (login required)
View Item |