PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Ningtyas, Mega Ayu (2015) PANDANGAN TOKOH MUI JAWA TIMUR TERHADAP PENDAPAT HAKIM PENGADILAN AGAMA PASURUAN TENTANG STATUS ISTRI SETELAH PEMBATALAN NIKAH. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img]
Preview
Text
Cover.pdf

Download (303kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Abstrak.pdf

Download (129kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Daftar Isi.pdf

Download (142kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Bab 1.pdf

Download (342kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Bab 2.pdf

Download (450kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Bab 3.pdf

Download (248kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Bab 4.pdf

Download (174kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Bab 5.pdf

Download (134kB) | Preview
[img]
Preview
Text
Daftar Pustaka.pdf

Download (213kB) | Preview

Abstract

Skripsi ini adalah hasil penelitian empiris untuk menjawab pertanyaan: 1) Bagaimanapandangan hakim Pengadilan Agama Pasuruan terhadap status istri setelah pembatalan nikah? 2) Bagaimana pandangan ulama MUI Jawa Timur terhadap pandangan hakim?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, penulis mengumpulkan data melalui teknik telaah dokumenter. Data yang telah terkumpul selanjutnya dianalisis dengan teknik deskriptif dan pola pikir deduktif. Agama Islam mensyariatkan perkawinan sebagai realisasi kemaslahatan primer, yaitu mempertahankan keturunan, manusia terbebani tanggung jawab untuk membina keluarga dan pendidikan generasi. Pembatalan Perkawinan adalah pembatalan ikatan perkawinan oleh Pengadilan Agama berdasarkan tuntutan istri atau suami yang dapat dibenarkan Pengadilan Agama atau karena perkawinan yang telah terlanjur menyalahi hukum perkawinan. Apabila terjadi suatu pembatalan perkawinan, ada beberapa masalah yang akan muncul terkait dengan akibat hukum setelah perkawinan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Agama. Akibat hukum tersebut antara lain akibat hukum terhadap anak, terhadap harta bersama, terhadap pihak ketiga, serta terhadap status mantan istri.
Setelah pembatalan perkawinan, status istri menjadi kurang jelas. Ada ketidakjelasan hukum terkait dengan status istri karena belum adanya aturan khusus yang secara eksplisit mengatur tentang status istri setelah terjadinya pembatalan perkawinan. Begitujugamengenaipenetapan statusataukedudukananak dan harta bersama yang sesungguhnyatidakpernahtercantumdalamAmarPutusan Pembatalan Perkawinan. Demikian juga dengan status istri yangtidakpernahtercantum dalamAmarPutusanPembatalan perkawinan terkait apakah statusnya disamakan dengan cerai mati atau cerai hidup yaitu janda. Karena pembatalan perkawinan berbeda dengen perceraian, tentu terdapat perbedaan antara status istri setelah terjadi perceraian dengan status istri setelah terjadi pembatalan perkawinan. Hal ini disebabkan oleh status keabsahan dari perkawinan yang terjadi sebelum perkawinan itu dibatalkan.
Pandangan Tokoh MUI Jawa Timur Terhadap PendapatHakim Pengadilan Pasuruan Tentang Status Istri Setelah Pembatalan Nikah. Perkawinan didefinisikan sebagai akad. Apabila seorang laki-laki dan perempuan telah melakukan akad perkawinan. Jika perkawinan itu dibatalkan status mantan istrinya adalah janda, karena istri tersebut telah melakukan akad. Apabila status istri adalah perawan, pendapat tersebut menyalahi raelita yang ada. Karena pada kenyataannya perempuan tersebut sudah pernah menikah.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Ningtyas, Mega AyuUNSPECIFIEDUNSPECIFIED
Subjects: Hukum > Hukum Perdata Islam
Nikah
Keywords: Tokoh MUI; Pendapat Hakim; Pembatalan Nikah;
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Keluarga Islam
Depositing User: Mr. Hanafi
Date Deposited: 22 Jan 2016 08:27
Last Modified: 22 Jan 2016 08:27
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/2935

Actions (login required)

View Item View Item