This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Durridho, Achmad (2019) Tinjauan Fiqh Muraafa’at terhadap Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Korupsi: studi Putusan Nomor : 5/Pid.Sus/TPK/2018/PT.DKI. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Achmad Durridho_C03215003.pdf Download (1MB) |
Abstract
Skripsi ini adalah penelitian kepustakaan yang berjudul “Tinjauan Fiqh Mura>fa’at Terhadap Justice Collaborator Dalam Tindak Pidana Korupsi (Studi Putusan Nomor :5/Pid.Sus/TPK/2018/PT.DKI)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan, bagaimana pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan pelaku tindak pidana korupsi sebagai justice collaborator, serta bagaimana tinjauan fiqh mura>fa’at terhadap saksi justice collaborator dalam kasus tindak pidana korupsi pada terdakwa Andi Narogong. Peneliti dengan adanya permasalahan di atas, akan mengkaji dan meneliti untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan penelitian kepustakaan menggunakan metode deskriptif, yaitu menggambarkan pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan pelaku tindak pidana korupsi sebagai justice collaborator. Selanjutnya dianalisis dengan pola pikir deduktif yang berpangkal dari prinsip-prinsip dasar dan menghadirkan objek yang hendak diteliti, kemudian dianalisis untuk disimpulkan secara khusus. Yakni terkait gambaran umum tentang justice collaborator kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus menurut fiqh mura>fa’at. Hasil penelitian menjelaskan dasar pertimbangan hukum hakim dalam menetapkan pelaku tindak pidana korupsi sebagai justice collaborator dalam putusan Nomor: 5/Pid.Sus/TPK/2018/PT.Dki, bahwa terdakwa sebagai justice collaborator dimana perannya yang sangat dominan baik penganggaran maupun pelaksanaan proyek e-KTP, sehingga terdakwa dikategorikan sebagai pelaku utama dan diancam hukuman Pasal 2 UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 adalah 20 tahun atau seumur hidup dan Pengadilan Tinggi menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 11 tahun penjara, sebelumnya terdakwa divonis 8 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi. Seharusnya hakim dalam putusannya dapat mengacu pada SEMA Nomor 4 Tahun 2011 Pasal 9 huruf c dapat dijadikan dasar bagi hakim dalam menjatuhkan pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya yang terbukti bersalah dalam perkara yang dimaksud. Pendapat Imam Thurmudhi terkait syarat untuk menjadi justice collaborator harus bukan pelaku utama, memberikan keterangan di Pengadilan, membongkar pelaku lainnya. Namun hakim dirasa kurang tepat, seharusnya status justice collaborator dapat memberikan keringanan hukuman. Justice collaborator dalam persaksiannya bisa disebut shahi>d, tetapi saksi pelaku masih dipertanyakan keberadaanya karena telah melakukan dosa besar dan membiasakan dosa kecil atau fa>siq. Menurut Imam Abu Hanifah apabila syarat adil saksi tidak terpenuhi maka kesaksiannya tidak diterima. Namun justice collaborator dapat digolongkan dengan alat bukti Qari>nah yang mengandung sebuah tanda-tanda atau sebagai petunjuk untuk mencari kebenaran. Sejalan dengan kesimpulan di atas, penulis memberi saran bagi hakim dalam pertimbangannya lebih teliti untuk mengacu kepada peraturan yang sudah ada, sehingga bisa memberikan keputusan yang seadil-adilnya.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Fikih > Fikih Jinayah Hukum > Hukum Pidana Islam Korupsi |
||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Pidana Islam | ||||||||
Depositing User: | Durridho Achmad | ||||||||
Date Deposited: | 09 Aug 2019 06:32 | ||||||||
Last Modified: | 09 Aug 2019 06:32 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/33548 |
Actions (login required)
View Item |