Studi komparasi hukum istilḥāq anak zina menurut Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Bayhaqi, Muhammad Irsyad (2024) Studi komparasi hukum istilḥāq anak zina menurut Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Muhammad Irsyad Bayhaqi_C75218018.pdf

Download (1MB)
[img] Text
Muhammad Irsyad Bayhaqi_C75218018_Full.pdf
Restricted to Repository staff only until 23 September 2027.

Download (1MB)

Abstract

Terdapat distingsi terminologi antara anak luar kawin dan anak zina, dikursus terkait hak perdata anak hasil hubungan zina menarik untuk dieksplorasi karena hingga saat ini belum tampak ketentuan hukum dalam peraturan perundang-undangan Indonesia yang secara tegas mengatur hak keperdataan anak zina. Selain itu, hal ini berkaitan dengan muatan UU Perkawinan dan Putusan MK No. 46/PUU-VIII/2012, serta merupakan absolute competence (kewenangan mutlak) badan peradilan yang nantinya akan menentukan bagaimana nasib seorang anak. Secara umum, selain melalui perkawinan yang sah menurut syariat, istilhāq merupakan salah satu metode yang menjadikan seorang anak memiliki hubungan nasab dengan orang tuanya. Kata “istilḥ̣āq” disebut pula dengan “iqrār al-nasab”, yang secara bahasa berarti pengakuan, penisbatan, atau penetapan. Dalam khazanah hukum Islam, hukum terkait istilhāq terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Perbedaan tersebut di antaranya terjadi antara Imam Nawawi dan Ibnu Taimiyah. Keduanya merupakan ulama yang muktabar sehingga pendapat hukumnya dapat diakui. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa menurut Imam Nawawi seorang anak hasil dari hubungan perzinaan tidak dapat dinasabkan ke ayah biologisnya. Pendapat tersebut juga merupakan pendapat jumhur ulama. Adapun Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa ketika seorang anak yang lahir dari perzinaan, kemudian ayah biologisnya melakukan istilḥāq, maka anak tersebut dapat memiliki nasab kepada ayah biologisnya. Dalil yang beliau gunakan adalah hadis tentang firāsh. Beliau menyatakan bahwa hadis tersebut hanya diperuntukkan bagi mereka yang orang tuanya sudah menikah. Namun apabila mereka belum menikah maka istilḥāq tersebut diperbolehkan. Pada akhir penulisan ini, penulis juga memberi saran dengan melakukan pertimbangan terkait relevansi dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, pendapat Imam Nawawi lebih cocok dan sesuai untuk diterapkan. Selain sebagai upaya preventif terhadap terjadinya perzinaan, juga sebagai hukuman bagi mereka yang telah melanggar syariat dan norma yang berlaku.

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Bayhaqi, Muhammad Irsyadirsyadbayy@gmail.comC75218018
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorKhoiroh, Muflikhatulmuflikhakhoiroh@gmail.com2016047002
Subjects: Hukum > Hukum Perdata Islam
Hukum Islam > Status Anak
Keluarga > Keluarga - Anak
Keywords: Istilhaq; iqrar al-nasab; anak zina; Nawawi; Taimiyyah
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzhab
Depositing User: Muhammad Irsyad Bayhaqi
Date Deposited: 23 Sep 2024 01:23
Last Modified: 23 Sep 2024 01:23
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/73863

Actions (login required)

View Item View Item