This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Muda, Heru Iskandar (2018) Analisis Fiqh Siyasah terhadap mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca Amandemen. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
|
Text
Heru Iskandar Muda_C95214048.pdf Download (5MB) | Preview |
Abstract
Skripsi ini merupakan hasil penelitian normattif. Skripsi ini ditulis untuk menjawab pertanyaan yang dituangkan dalam dua rumusan masalah yaitu: Bagaimana mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasca Amandemen? bagaimana Analisis Fiqh Siya>sah terhadap mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasca Amandemen? Pada penelitian ini menggunakan teknik studi kepustakaan yang dianalisis secara kualitatif kemudian disajikan dalam bentuk deskriptif dengan menggunakan metode pendekatan konseptual (conceptual approach). Sumber data yang digunakan yakni data sekunder kemudian dianalisis dengan menginterpretasikan data yang terkumpul dengan metode kualitatif. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa mekanisme pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden mengandung problem teknis prosedural yaitu, DPR dan MPR harus memutuskanya melalui sidang yang harus dihadiri oleh minimal 2/3 (DPR) dan 3/4 (MPR) dari seluruh anggota dan disetujui oleh minimal 2/3 (DPR) dan 3/4 (MPR) dari yang hadir, DPR dan MPR bisa saja sengaja tidak hadir karena sebuah transaksi politik untuk melindungi Presiden dan/atau Wakil Presiden. Mahkamah Konstitusi berwenang megadili pada tingkat pertama dan terakhir dan putusannya bersifat final, namun ketika memutus pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden putusan MK atas pendapat DPR tidak ada disebutkan secara eksplisit bahwa keputusan MK terhadap pendapat DPR tentang adanya pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden merupakan tingkat pertama dan terakhir dan bersifat final sehingga menyebabkan putusan MK masih boleh ditinjau kembali dan tidak mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Dalam kajian Fiqh Siyasah yang berhak meberhentikan Imam (Khilafah) adalah Mahkamah Mazhalim (pemegang kekuasaan tertinggi didalam bidang peradilan) berdasarkan rekomendasi dari Dewan Konstitusi Tinggi yang menyatakan bahwa seorang Imam (Khalifah) melanggar syariat Islam, berdasarkan permohonan dari Majelis shura atau Ahl al-Hall Wa al-Aqd, selanjutnya Dewan Konstitusi Tinggi metekomendasikan kepada Mahkamah Mazhalim untuk memecat Imam (Khalifah). Sejalan dengan kesimpulan diatas, sebaiknya melakukan amandemen yang ke lima terhadap UUD NRI 1945 untuk mengisi kekosongan hukum terhadap mekanisme pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden oleh DPR dan MPR dan memperkuat keputusan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||
Subjects: | Hukum Islam Hukum Hukum > Hukum Tata Negara |
||||||
Keywords: | Fiqh Siyasah; pemberhentian presiden; pemberhentian wakil presiden | ||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam | ||||||
Depositing User: | Muda Heru Iskandar | ||||||
Date Deposited: | 24 May 2018 06:50 | ||||||
Last Modified: | 24 May 2018 06:50 | ||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/25128 |
Actions (login required)
View Item |