Konsep Pendidikan Inklusi dalam perspektif Pendidikan Islam

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Robi'ah, Siti (2010) Konsep Pendidikan Inklusi dalam perspektif Pendidikan Islam. Undergraduate thesis, IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Text
Siti Robi'ah_D01304093.pdf
Download (5MB)

Official URL: http://digilib.uinsby.ac.id/id/eprint/32805

Abstract

Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan dengan judul "Konsep Pendidikan Inklusi dalam Perspektif Pendidikan Islam". Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan: Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi dan Bagaimana pendidikan inklusi dilihat dari perspektif pendidikan Islam. Berkenaan dengan itu, metode yang digunakan adalah metode deskriptif-inferensial. Metode ini merupakan metode gabungan di mana peneliti tidak saja melukiskan, memaparkan, menuliskan, dan melaporkan keadaan suatu objek atau suatu peristiwa tanpa menarik suatu kesimpulan umum, akan tetapi juga akan melakukan analisis berdasarkan deskripsi penelitian, memberikan pemahaman, serta penjelasan secukupnya. Pendekatan yang lain yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif karena permasalahan penelitian yang dikaji bersifat holistik, kompleks, dinamis dan penuh makna.dalam hal ini peneliti mencoba memaparkan dan menuliskan tentang pendidikan Islam dan Pendidikan Inklusinya kemudian mengalisisnya. Yakni melihat Pendidikan Inklusi dengan perspektif pendidikan Islam. Berdasarkan basil penelitian penulis, titik temu antara Pendidikan Islam dan Pendidikan Inklusi adalah: Pertama, pendidikan sebagai kewajiban/hak. Dalam perspektif Islam pendidikan merupakan kewajiban prasyarat, baik untuk memahami kewajiban Islam yang lain maupun untuk membangun kebudayaan/peradaban, sementara dalam perspektif inklusi pendidikan merupakan hak asasi manusia. Kedua, prinsip pendidikan untuk semua. Pendidikan inklusi, seperti telah dijelaskan, merupakan implikasi dari prinsip 'pendidikan sebagai hak asasi manusia' yang penerjemahannya dalam kebijakan global 1990 menjadi 'pendidikan untuk semua', sementara pendidikan Islam secara historis di masa peradaban klasik telah memfasilitasi lingkungan yang kondusif bagi 'pendidikan untuk semua' melalui pembentukan tradisi melek huruf Ketiga, prinsip non-segregasi. Dengan memandang pendidikan sebagai kewajiban/hak asasi manusia, maka setiap manusia tidak boleh termarjinalisasikan dan tersisih dalam memperoleh layanan pendidikan. Keempat, perspektif holistik dalam memandang peserta didik. Baik pendidikan Islam maupun pendidikan inklusi berupaya menumbuh-kembangkan kepribadian manusia dengan mengakui segenap daya dan potensi yang dimiliki peserta didik. Kelima, cara memandang hambatan yang lebih berorientasi pada faktor eksternal. Dalam artian pada dasarnya segenap daya dan potensi peserta didik wajib/berhak ditumbuh-kembangkan, maka faktor eksternal (lingkungan sekolah) harus memainkan peran penting untuk membantu peserta didik dalam proses belajar mengajar. Hendaknya Dalam melaksanakan pendidikan inklusi, lembaga pendidikan Islam perlu mempersiapkan semua sarana dan prasana yang dibutuhkan. Agar tujuan dari pendidikan inklusi tersebut dapat tercapai secara maksimal. Bagi lingkungan masyarakat yang dilingkungannya berada lembaga pendidikan inklusi, hendaknya memberikan dukungan baik secara mora maupun material agar para peserta didik yang menjadi obyek dari pendidikan inklusi merasa dapat dukungan dan diperhatikan oleh lingkungannya. Serta hendaknya kedepan pemerintah maupun pihak swasta khususnya lembaga sosial kemasyarakatan harus mebuka lembaga pendidikan yang bersifat inklusi.