Tafsir Fiqhy Ayat Riba: Sebuah Pendekatan Tafsir Perspektif Nilai-Nilai Keadilan Sosio Ekonomi Perbankan

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Samsudin, Samsudin (2019) Tafsir Fiqhy Ayat Riba: Sebuah Pendekatan Tafsir Perspektif Nilai-Nilai Keadilan Sosio Ekonomi Perbankan. Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

This is the latest version of this item.

[img] Text
Samsudin_F12517346.pdf

Download (2MB)

Abstract

Status hukum riba pada dasarnya sudah disepakati keharamannya. Namun, apakah bunga bank juga termasuk bagian dari riba, merupakan hal yang hingga saat ini menjadi bahan perdebatan. Banyak terjadi perbedaan pendapat dalam praktik di masyarakat, khususnya yang berlaku di perbankan. Dengan melihat bank dari sudut pandang kacamata yang utuh dan berdasar praktik dasar teori menghindar dari riba yang diperankan oleh perbankan syariah – yang merupakan hasil representasi kumpulan pendapat ulama yang disepakati untuk dilembagakan sebagai praktik idealitas bank sesuai syariat - maka dari sinilah penulis mengambil titik berangkat penelitian. Penelitian ini bertujuan menjawab: 1) sejauh mana konsepsi riba dipahami dan dipraktikkan oleh ulama kontemporer utamanya jika dihubungkan dengan bank, 2) menangkap ponsepsi keadilan sosio ekonomi perbankan shari’ah dan perbankan konvensional dan pengaruhnya terhadap penafsiran ayat-ayat riba, dan 3) internalisasi nilai-nilai keadilan sosio-ekonomi ke dalam penafsiran ayat riba. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi pendekatan Tafsir Tahlily, dengan penekanan objek kajian pada sisi fiqihnya. Hasil kajian menunjukkan bahwa: PERTAMA, pemahaman fuqaha terhadap penafsiran ayat-ayat riba terkait dengan bunga bank tidak bisa lepas dari konsep keadilan sosio-ekonomi yang menjadi tujuan utama dari maqashid al-shari’ah. Keadilan sosio-ekonomi dalam pandangan fuqaha kontemporer dianggap sebagai salah satu idealisme karakteristik yang paling menonjol dari sebuah masyarakat muslim. Upaya merealisasikannya bukan hanya menjadi sebuah tuntutan melainkan juga kewajiban. Dalam dunia bisnis dan ekonomi sekalipun, semua nilai dianggap harus menyatu dengan keadilan. Ekonomi modern adalah ekonomi yang berbasis pada pasar. Di dalam pasar terdapat mekanisme keadilan, yang disebut sebagai keadilan pasar. Keyakinan akan terdapatnya keadilan pasar pada scope global, berpengaruh terhadap pergerakan mata uang, sehingga untuk menjaga stabilitasnya, ditetapkanlah rasio suku bunga pada perbankan. Rasio ini mewujud dalam bentuk angka statistik, yang berperan sebagai pedoman dan acuan penetapan suku bunga yang wajib diberikan oleh perbankan kepada nasabahnya, atau sebaliknya, nasabah kepada perbankan. Keseluruhannya diatur lewat sebuah institusi bank sentral yang di Indonesia hal tersebut dikendalikan oleh Bank Indonesia. Sejauh ini, hal itu masih ditolerir dalam praktik perbankan konvensional dan perbankan shari’ah. Itulah sebabnya, pemahaman ini dianggap sebagai role model dari pemahaman fuqaha kontemporer dewasa ini. KEDUA, indeks keadilan sosio ekonomi di perbankan shari’ah dan perbankan konvensional diidentifikasi melalui penetapan rasio suku bunga yang tidak hanya berlaku bagi perbankan konvensional, saja, melainkan juga berlaku atas produk-produk perbankan shari’ah yang berada di bawah kendali Bank Indonesia. Pada perbankan shariah, rasio suku bunga ini mempengaruhi penetapan suku bagi hasil yang juga wajib diberikan kepada nasabahnya, atau sebaliknya penetapan rasio laba transaksi murabahah yang dilakukannya. Jadi, baik suku bunga perbankan konvensional maupun suku bagi hasil perbankan Shariah, kedua-duanya pada hakikatnya dikendalikan oleh Bank Indonesia lewat penetapan rasio suku bunga (rate of interest). KETIGA, Pemahaman tentang konsepsi bunga bank sebagaimana di maksud di atas, secara tidak langsung berpengaruh terhadap penerimaan fuqaha terhadap beberapa konsep riba sebagaimana tertuang dalam al-Quran dan telah mendapatkan penjelasan oleh para ulama salaf dan khalaf sebelumnya. Riba tetap diputus haram secara ijma’, akan tetapi landasan sebab turunnya larangan praktik riba tetap mendapatkan perhatian sebagai upaya menangkap sisi maslahah lain. Maslahah tersebut merupakan masalah dlarurat yang tidak bisa tidak untuk dipenuhi, mengingat perbankan adalah nadi perekonomian negara. Proses ini selanjutnya mendorong keharusan melakukan internalisasi nilai-nilai keadilan sosio-ekonomi ke dalam penafsiran ayat riba. Proses internalisasi ditapaki melalui tahapan-tahapan, yaitu tahqiq al-manat, tanqih al-manat dan tahsin al-manat. Gambaran umum dari tahapan ini seolah menyatakan bahwa tidak semua ketetapan adanya syarat sebelum transaksi dipandang sebagai riba. Riba terjadi manakala sharat tambahan tersebut berakibat pada lahirnya efek domino yaitu kedhaliman, penindasan dan eksploitatif terhadap pihak nasabah. Bila illat kedhaliman, dan eksploitatif ini hilang, maka hilang pula unsur keharaman riba, sebagaimana hal ini juga ditangkap dari masih tetap diperbolehkannya jual beli ‘araya yang mana sejatinya dalam jual beli ini juga memenuhi adanya riba (tahsin al-manat).

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Masters)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Samsudin, Samsudinmuhsyamsudin12345@gmail.comF12517346
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorKhotib, KhotibUNSPECIFIEDUNSPECIFIED
Subjects: Tafsir
Divisions: Program Magister > Ilmu Alquran dan Tafsir
Depositing User: M.Ag SAMSUDIN SAMSUDIN
Date Deposited: 15 Aug 2019 01:36
Last Modified: 15 Aug 2019 01:36
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/35137

Available Versions of this Item

Actions (login required)

View Item View Item