This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Islahuddin, Muhammad Islahuddin (2019) Kewenangan pembatalan peraturan daerah pasca putusan Mahkamah Konstitusi nomor 137/PUU-XIII/2015 dan nomor 56/PUU-XIV/2016 perspektif fikih dustūriyyah. Masters thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Muhammad Islahuddin_F02217046.pdf Download (2MB) |
Abstract
Tesis dengan judul Kewenangan Pembatalan Peraturan Daerah Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016 Perspektif Fikih Dustūriyyah ini merupakan jenis penelitian hukum normatif yang bertujuan, Pertama, mengkaji mekanisme kewenangan pembatalan Peraturan Daerah berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016. Kedua, menganalisis mekanisme pembatalan Peraturan Daerah pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137/PUU-XIII/2015 dan Nomor 56/PUU-XIV/2016 dari sudut pandang Fikih Dustūriyyah.Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yakni: Pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan sejarah (historical approach), dan pendekatan perbandingan (comparative approach). Sumber bahan hukum dalam penelitian ini diperoleh dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode analisis pada penelitian ini menggunankan metode deskriftif analitis kemudian dianalisis berdasarkan teori fikih dustūriyyah, dengan menggunakan metode deduktif. Hasil penelitian ini menyimpulkan, Pertama, berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa yang berwenang membatalkan Perda yaitu pemerintah yang diwakilkan oleh Menteri Dalam Negeri dan Gubernur, mekanisme pembatalan Peraturan Daerah menggunakan dua macam mekanisme, yaitu executive preview dan executive review. Tetapi setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 56/PUU-XIV/2016 dan Nomor 137/PUU-XIV/2015 kewenangan Pemerintah untuk membatalkan Peraturan Daerah beralih ke Mahkamah Agung hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 24A ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. Sebaiknya Pemerintah dalam melakukan pengawasan produk hukum daerah melalui pengawasan preventif (executive preview) dengan mengevaluasi Raperda sebelum Raperda tersebut disahkan menjadi Peraturan Daerah. Kedua, dalam kajian fikih dustūriyyah lembaga yang berwenang untuk membatalkan suatu peraturan perundang-undangan yakni wilayah al-Maẓalim, lembaga tersebut berada dalam kekuasaan lembaga yudikatif (sulṭah al-qaḍa’iyah). Wilayah al-Maẓalim merupakan kekuasaan dalam bidang pengadilan yang lebih tinggi dari pada kekuasaan hakim biasa dan kekuasaan muhtasib. Wilayah al-Maẓalim kedudukannya seperti halnya Mahkamah Agung.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Masters) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Hukum > Hukum Tata Negara | ||||||||
Keywords: | Peraturan daerah | ||||||||
Divisions: | Program Magister > Hukum Tata Negara Islam | ||||||||
Depositing User: | Islahuddin Muhammad | ||||||||
Date Deposited: | 15 Aug 2019 06:29 | ||||||||
Last Modified: | 15 Aug 2019 06:29 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/35219 |
Actions (login required)
View Item |