Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid Menurut Undang Undang Dasar 1945 Sesudah Amandemen

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Angelina S, Safitri (2019) Tinjauan Fiqh Siyasah Terhadap Pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid Menurut Undang Undang Dasar 1945 Sesudah Amandemen. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Safitri Angelina S_ C05215037.pdf

Download (3MB)

Abstract

Skripsi ini merupakan hasil penelitian pustaka dengan judul “Tinjaun Fiqh Siyasah Terhadap Pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid Menurut Undang-Undang Dasar 1945 Sesudah Amandemen” untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid menurut UUD 1945 sesudah amandemen, dan bagaimana tinjauan fiqh siyasah terhadap pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid menurut UUD 1945 sesudah amandemen. Data penelitian ini dihimpun menggunakan metode penelitian studi pustaka (library research). Teknik analisis data menggunakan deskriptif dengan pola pikir deduktif yang selanjutnya disusun secara sistematis sehingga menjadi data yang konkrit mengenai pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid menurut UUD 1945 sesudah amandemen, selanjutnya data tersebut dianalisis menggunakan teori hukum Islam, yaitu fiqh siyasah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme pemakzulan Presiden Abdurrahman Wahid diawali oleh memorandum I yang kemudian disusul dengan memorandum II, yang berakhir dengan dikeluarkanya maklumat/dekrit Presiden pada tanggal 22 Juli 2001 tentang pembekuan DPR dan MPR serta pembubaran Partai Golkar. Tindakan itulah yang menyebabkan Presiden Abdurrahman wahid dimakzulkan. Berdasarkan pengalaman tersebut, pemakzulan pasca amandemen kini tak hanya berdasarkan faktor politis semata, namun juga harus berdasarkan alasan pelanggaran hukum yang diuji secara yuridis oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Amandemen UUD 1945 oleh MPR, merupakan upaya mengisi pembaharuan hukum dalam praktik ketatanegaraan Indonesia dan dapat dikategorikan sebagai ijtihad dari wakil-wakil rakyat dalam hal pemakzulan Presiden yang tertuang dalam pasal 7A UUD 1945, yaitu pengkhiatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, pembuatan tercela, Presiden dan/atau wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden. Pemakzulan setelah amandemen UUD 1945 diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi yang dalam hal ini sejalan dengan konsep wilayah mazalim. Sejalan dengan kesimpulan di atas bahwasannya mekanisme pemakzulan Presiden menurut UUD 1945 sesudah amandemen perlu dikaji secara akademis terkait mengenai MPR dalam putusan akhir pemakzulan yang putusannya dapat bertolak belakang dengan Mahkamah Konstitusi, karena putusan akhir dan mengikat adalah yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi sedangkan MPR hanya menguatkan dan menegaskan putusan Mahkamah Konstitusi

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Angelina S, Safitrisafitriangelina68@gmail.comC05215037
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorTriwulan, Titiktriwulan@uinsby.ac.id196803242000032001
Subjects: Hukum > Hukum Tata Negara
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam
Depositing User: Angelina S Safitri
Date Deposited: 24 Oct 2019 02:07
Last Modified: 24 Oct 2019 02:07
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/36012

Actions (login required)

View Item View Item