This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Fatimah, Siti Rahayu (2019) Etika isti'dzan bertamu dalam surat An-Nur ayat 27-29; studi komparatif penafsiran Fakhruddin al-Razi dan Wahbah al-Zuhaili. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Siti Rahayu Fatimah_E93215143.pdf Download (5MB) |
Abstract
Masalah yang diteliti dalam skripsi ini adalah mengenai persamaan dan perbedaan penafsiran Fakhruddin al-Razi dan Wahbah al-Zuhaili atas surat An-Nur ayat 27-29 tentang etika isti’dzan bertamu. Penelitian ini menggunakan model penelitian kualitatif, karena dalam penelitian ini data yang dihasilkan data deskriptif dan termasuk dalam jenis penelitian kepustakaan (library research), karena sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini berasal dari berbagai literatur dan atau dokumen. Adapun metode pendekatan tafsir yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan pendekatan metode tafsir muqaran, karena mengkomparasikan (membandingkan) penafsiran Fakhruddin al-Razi dan Wahbah al-Zuhaili atas surat An-Nur ayat 27-29 tentang etika isti’dzan bertamu. Adapun hasil dari penelitian yang telah dilakukan ini dapat diketahui bahwa persamaan penafsiran antara Fakhruddin al-Razi dan Wahbah al-Zuhaili yakni hikmah disyariatkannya permisi minta izin untuk menghindarkan seseorang atas melihatnya aurat atau hal-hal (yang sifatnya privasi) yang seharusnya tidak boleh atau haram dilihat. Adapun perbedaan penafsiran antara Fakhruddin al-Razi dan Wahbah al-Zuhaili yakni antara letak didahulukannya permisi izin dan salam, menurut Fakhruddin al-Razi didahulukannya permisi minta izin kemudian salam, adapun menurut Wahbah al-Zuhaili didahulukannya mengucapkan salam kemudian permisi minta izin. Kemudian mengenai hukum permisi minta izin dalam memasuki kamar atau rumah mahram (seperti saudari perempuan dan lain-lain), menurut Fakhruddin al-Razi hukumnya tetap harus permisi minta izin namun ada kelonggaran, adapun menurut Wahbah al-Zuhaili wajib permisi minta izin dan meninggalkannya tidak boleh. Kemudian bentuk pemberian izin selain oleh pemilik rumah, menurut Fakhruddin al-Razi pemberian izin oleh anak kecil, istri ataupun budak dari pemilik rumah sudah dianggap cukup untuk seseorang memasuki rumah orang lain, adapun menurut Wahbah al-Zuhaili belum dianggap cukup untuk seseorang memasuki rumah orang lain. Dan mengenai berlakunya hukum (qisas ataupun denda) bagi pelaku penganiaya (pencungkilan kedua mata) seseorang yang melihat ke dalam rumah orang lain tanpa izin yang menyebabkan ia teraniaya karenanya (tercungkilnya kedua matanya), menurut Fakhruddin al-Razi tidak terdapat qisas atau denda atas pelaku pencukilan, adapun menurut Wahbah al-Zuhaili terdapat qisas atau denda atas pelaku pencukilan.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||||||
Contributors: |
|
||||||||||||
Subjects: | Tafsir > Tafsir Al Qur'an Tafsir |
||||||||||||
Keywords: | Isti'dzan;Etika; Bertamu; Fakhruddin al-Razi; Wahbah al-Zuhaili | ||||||||||||
Divisions: | Fakultas Ushuluddin dan Filsafat > Ilmu Alquran dan Tafsir | ||||||||||||
Depositing User: | ayu fatimah | ||||||||||||
Date Deposited: | 02 Jan 2020 06:36 | ||||||||||||
Last Modified: | 02 Jan 2020 06:36 | ||||||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/36625 |
Actions (login required)
View Item |