This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Novianti, Lailiah (2022) Analisis fiqh siyasah dusturiyah terhadap kewenangan Kepala Daerah dalam penetapan karantina kesehatan pada masa pandemi covid 19. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Lailiah Novianti_C04218015.pdf Download (2MB) |
Abstract
Hasil penelitian ini berisi terkait jawaban atas pertanyaan bagaimana kewenangan kepala daerah dalam penetapan karantina wilayah pada masa pandemi covid-19 baik dalam tinjauan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan maupun dalam tinjauan fiqh siyāsah dūsturiyāh. Jenis penelitian yang lakukan merupakan jenis penelitian pustaka (library research). Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif. Sumber data yang digunakan yaitu berupa data primer yang diperoleh dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan dan sekunder. Selanjutnya data yang terkumpul di dalam analisis ini menggunakan pola pikir deduktif, yaitu dengan cara berfikir yang berpijak pada dan dikaitkan dengan teori tashri’iyyah dan teori tānfidhiyāh dalam siyāsah dūsturiyāh. Hasil penelitian ini menyimpulkan: pertama, penetapan karantina wilayah seperti PPKM, PSBB, PPKM Mikro, PPKM Darurat oleh kepala daerah pada masa pandemi covid-19 ini, jika ditinjau dari hukum positif masih belum sesuai, dikarenakan belum sesuainya dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan yang didalamnya dijelaskan bahwa yang berhak menetapkan kekarantinaan wilayah ialah Pemerintah Pusat. Kedua, tinjauan siyāsah dūsturiyāh terkait penetapan karantina wilayah oleh kepala daerah dianggap belum sesuai dikarenakan dalam pemerintahan Islam sudah ada pembagian tugas yang sudah berlangsung semenjak zaman Nabi Muhammad SAW dikota Madinah, sebagai kepala negara. Ada kekuasaan tāshri’iyāh (legislative), kekuasaan tānfidziyāh (eksekutif), dan kekuasaan qādlaiyāh (yudikatif), Nabi Muhammad SAW memberikan amanat tugas tersebut kepada sahabat beliau mampu untuk menjalankan juga menguasai pada bidangnya, meskipun secara umum semuanya tetap akan berakhir kepada Nabi Muhammad SAW. Jadi sama halnya jika dengan kewenangan kepala daerah juga harus berdasarkan instruksi atau persetujuan dari Pemerintah Pusat. Sejalan dengan uraian di atas maka seharusnya bagi kepala daerah tidak menetapkan karantina wilayah secara sepihak tanpa menunggu instruksi dari Pemerintah Pusat dikarenakan hal tersebut menyalahi prosedur yang sudah ada dalam Undang-Undang.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Fikih > Fikih Siyasah Kepala Daerah |
||||||||
Keywords: | Fiqh Siyasah Dusturiyah; Kepala Daerah; Karantina Kesehatan | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam | ||||||||
Depositing User: | Lailiah Novianti | ||||||||
Date Deposited: | 25 Jun 2022 11:10 | ||||||||
Last Modified: | 25 Jun 2022 11:10 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/53607 |
Actions (login required)
View Item |