This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Firdaus, Ilmi (2023) Implikasi putusan MK no. 73/PUU-XX/2022 tentang pengujian pasal 222 undang-undang no. 7 tahun 2017 terhadap hak partai politik dan warga negara dalam pemilu perspektif fiqh Siyasah. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Ilmi Firdaus_C74219055.pdf Download (3MB) |
Abstract
Problematika saat mendekati pemilu serentak yaitu banyaknya judical review presidential threshold pada Mahkamah Konstitusi, tidak terhitung sudah berapa banyak judical review tersebut dilayangkan di Mahkamah Konstitusi. Skripsi ini bertujuan untuk menjawab dua rumusan masalah: pertama, bagaimana implikasi putusan MK No. 73/PUU-XX/2022 tentang pengujian pasal 222 UndangUndang No. 7 Tahun 2017 terhadap hak partai politik dan warga negara dalam pemilu; dan kedua analisis fiqh siya̅sah terhadap implikasi putusan MK No. 73/PUU-XX/2022. Penelitian ini merupakan hasil penelitian hukum normatif dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan perUndang-Undangan, historis, dan konseptual. Teknik analisis data menggunakan deskriptif deduktif dan data disusun secara sistematis mengenai putusan MK No. 73/PUU-XX/2022 tentang pengujian pasal 222 Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 terhadap hak partai politik dan warga negara dalam pemilu. Hasil penelitian menyimpulkan: Pertama, putusan Mahkamah Konstitusi No. 73/PUU-XX/2022 tentang ambang batas (presidential threshold) dianggap open legal policy. Besaran ambang batas membuat partai politik terlebih partai politik baru ( the right purpose candidate ) sulit untuk maju dalam pemilu serentak dan tidak sesuai dengan pasal 6A ayat ( 2 ) UUD NRI 1945. Sehingga warga negara yang mempunyai hak dipilih akan kesulitan untuk maju mencalonkan diri bersamaan dengan partai politik, karena adanya pasal 222 berasal dari amanat pasal 6A ayat (5) yang diatur oleh Undang-Undang No. 7 Tahun 2017. Adanya mekanisme tersebut membuat warga negara yang mempunyai hak memilih dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden menjadi tidak bervariasi karena sedikitnya calon yang bisa di pilih dalam pemilu. Kedua, pada perspektif fiqh siya̅sah masuk dalam siya̅sah dustu̅riyah, putusan mahkamah konstitusi sudah sesuai dengan kewenangannya sebagai lembaga wilayah al-mazalim. Adanya pembatasan hak partai politik dan warga negara sesuai dengan kaidah fikih yakni menghindari mudarat harus lebih diutamakan daripada meraih manfaat. Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis menyarankan adanya peninjauan kembali tentang ambang batas pencalonan Presiden dan Wakil Presiden oleh partai politik, karena banyaknya judical review terkait hal tersebut di Mahkamah Konstitusi. Meskipun MK tidak bisa mengubah besaran angka threshold karena open legal policy, namun Mahkamah bisa menyarankan pada Dewan Perwakilan Rakyat untuk meninjau besaran angka tersebut kembali.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Hukum Hukum > Hukum Tata Negara Demokrasi |
||||||||
Keywords: | Pemilu; mahkamah konstitusi; judical review presidential | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Hukum Tata Negara Islam | ||||||||
Depositing User: | Ilmi Firdaus | ||||||||
Date Deposited: | 03 Jul 2023 01:57 | ||||||||
Last Modified: | 03 Jul 2023 01:58 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/63082 |
Actions (login required)
View Item |