Keabsahan akad nikah bagi penyandang difabel mental menurut maq̄aṣid Sari‘a al Shatibi

This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Vira, Anggita Febriyanti (2024) Keabsahan akad nikah bagi penyandang difabel mental menurut maq̄aṣid Sari‘a al Shatibi. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.

[img] Text
Vira Anggita Febriyanti_05040520069.pdf

Download (3MB)
[img] Text
Vira Anggita Febriyanti_05040520069_Full.pdf
Restricted to Repository staff only until 1 July 2027.

Download (3MB)

Abstract

Pernikahan atau perkawinan disebutkan dengan dua kata yaitu nikāḥ dan zuwaj. Kata nikah dan kata zawaj merupakan kata yang sering diungkapkan oleh orang arab dalam menyebutkan kata nikah. Secara etimologi, nikah berarti al�dhamm atau al-jam’u yang memiliki arti kumpul. Secara hakikat, nikah merupakan persetubuhan. Difabel mental merupakan seorang yang menyandang kelainan fisik atau mental yang sifatnya mengganggu atau merupakan terjadinya hambatan dalam kehidupan sehari-hari dengan layak. fokus pembahasan penelitian ini membahas keabsaahan seseorang dalam melaksanakan akad nikah. Berawal dari keresahan penulis yang mempertanyakan bagaimana keabsahan akad nikah penyandang difabel mental. Metode penelitian yang diterapkan adalah normatif, di mana penelitian ini menggunakan bahan-bahan kepustakaan sebagai sumber data. Sumber data primer penelitian ini adalah sebagai berikut: Al-Muwa’faqōt, kitab karangan al-Shatibi. Sumber sekunder merupakan sumber penguat dan pendukung data primer dan yang berkaitan dengan penelitian penulis. Di antaranya yaitu buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian dan juga karya ilmiah. Metode analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis komparatif. Dalam hal ini penulis akan menguraikan fakta yang ada dan objek yang diteliti secara sistematis. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, hukum akad pernikahan yang dilakukan oleh penyandang difabel mental adalah sah jika atas seizin wali menurut mazhab Syafi’i dan Hanafi. Hal ini disampaikan dalam kitab al-Mīzān al-Kubrā. Sedangkan madzab Hambali dan Maliki memandang bahwa akad pernikahan penyandang difabel mental adalah tidak sah karena seorang penyandang difabel mental adalah seseorang yang tidak bisa mentasharrufkan harta sehingga akad yang dilakukan batal hukumnya. Menurut pandangan maq̄ aṣid shari‘a al-Shatibi, penyandang difabel merupakan makhluk yang sama sebagaimana manusia biasa yang memiliki hasrat seksual. Namun penyandang difabel mental dicegah untuk memperoleh keturunan sesuai dengan prinsip hifẓu al nasl agar keturunan yang dilahirkan sehat jasmani dan rohani. Penulis memberikan saran: pertama, Pernikahan merupakan ikatan suci yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah Swt. Ketika hendak melakukan pernikahan dengan penyandang difabel mental maka hendaknya didasari dengan niat yang ikhlas untuk menegakkan syariat Islam dan tolong menolong dalam kebaikan. Kedua, Ketika memilih pasangan hendaknya memperhatikan dengan jelas dari segi keturunan, pergaulan, pendidikan hingga gaya hidup yang selama ini dilakukan

Statistic

Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.

Item Type: Thesis (Undergraduate)
Creators:
CreatorsEmailNIM
Vira, Anggita Febriyantiviraanggyta555@gmail.com05040520069
Contributors:
ContributionNameEmailNIDN
Thesis advisorMustofa, Imronimron_mustofa@uinsa.ac.id2119108701
Subjects: Perkawinan
Keywords: Pernikahan; nikāḥ; zuwa
Divisions: Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzhab
Depositing User: Vira Anggita Febriyanti
Date Deposited: 01 Jul 2024 06:04
Last Modified: 01 Jul 2024 06:05
URI: http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/71010

Actions (login required)

View Item View Item