This item is published by Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Dewanti, Natasya Riska (2024) Perspektif Imam Nawawi dan Ibn Hazm tentang fasakh nikah karena impotensi dalam putusan Pengadilan Agama Malili nomor 149/Pdt.G/2021/PA.MII. Undergraduate thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya.
Text
Natasya Riska Dewanti_05040520061 OK.pdf Download (435kB) |
|
Text
Natasya Riska Dewanti_05040520061 Full.pdf Restricted to Repository staff only until 7 September 2027. Download (5MB) |
Abstract
Pembatalan perkawinan (fasakh) memungkinkan terjadi sebab suatu hal yang timbul di suatu hari, seperti impotensi yang baru diketahui setelah sahnya suatu hubungan perkawinan. Penelitian ini secara khusus menganalisa Putusan Pengadilan Agama Malili Nomor 149/Pdt.G/2021/PA.MII dengan mempertimbangkan perbedaan pendapat antara Imam Nawawi dan Ibn Hazm dalam menangani hukum fasakh nikah karena impotensi. Dalam skripsi ini mengemukakan jawaban atas dua rumusan masalah: bagaimana Putusan Pengadilan Agama Malili Nomor 149/Pdt.G/2021/PA.MII; dan analisis perspektif Imam Nawawi dan Ibn Hazm terhadap Putusan Pengadilan Agama Malili Nomor 149/Pdt.G/2021/PA.MII. Penelitian ini menerapkan metode penelitian secara normatif. Data yang digunakan berasal dari data asli dari pendapat masing-masing tokoh dan dikuatkan dengan data sekunder. Pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini merupakan pendekatan komparatif dengan membandingkan pendapat sebagai maksud agar mengetahui persamaan dan perbedaan dari masing-masing tokoh. Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini menggunakan metode studi pustaka. Hasil dari penelitian ini menyimpulkan: Pertama, Hakim Pengadilan Agama Malili melihat bahwa hubungan rumah tangga keduanya sudah tidak harmonis lagi karena suami dari Penggugat tidak mampu untuk memberikan nafkah batin kepada Penggugat, Tergugat juga telah melakukan pengobat namun tak kunjung ada perubahan sehingga perceraian merupakan jalan terbaik bagi keduanya. Kedua, Imam Nawawi sejalan dengan Putusan Pengadilan Agama Malili yang memperbolehkan melakukan fasakh dalam pernikahannya karena impotensi dengan melalui aduan yang disampaikan kepada Hakim, sedangkan menurut Ibn Hazm perkawinan yang telah sah selamanya tidak dapat di fasakh sampai ada penyebab lain sebagai jalan untuk berpisah, Ibn Hazm juga tidak memperbolehkan Hakim untuk memfasakh atau memberikan tempo waktu terhadap hubungan perkawinan yang telah sah. Sejalan dengan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan: Pertama, bagi Penggugat dan seluruh masyarakat agar lebih memperhatikan untuk cek kesehatan sebelum melakukan pernikahan supaya dapat mengetahui adanya penyakit pada pasangan agar hal seperti ini tidak dapat terjadi serta meningkatkan dan memperdalam pengetahun tentang perkawinan sehingga hal seperti ini tidak terjadi lagi. Kedua, Peneliti menyarankan hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman serta rujukan untuk memperdalam ilmu pengetahuan dalam bidang fikih dari berbagai macam pendapat dari aliran mazhab yang lain bagi peneliti lainnya.
Statistic
Downloads from over the past year. Other digital versions may also be available to download e.g. from the publisher's website.
Item Type: | Thesis (Undergraduate) | ||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Creators: |
|
||||||||
Contributors: |
|
||||||||
Subjects: | Cerai Gugat Perbandingan Madzhab Perkawinan Ulama |
||||||||
Keywords: | Pernikahan; Pembatalan Pernikahan | ||||||||
Divisions: | Fakultas Syariah dan Hukum > Perbandingan Madzhab | ||||||||
Depositing User: | Natasya Riska Dewanti | ||||||||
Date Deposited: | 07 Sep 2024 08:09 | ||||||||
Last Modified: | 07 Sep 2024 08:09 | ||||||||
URI: | http://digilib.uinsa.ac.id/id/eprint/73264 |
Actions (login required)
View Item |